Praktikum Polarimetri Moslem.Blog: Praktikum Polarimetri

Praktikum Polarimetri

Sunday, May 15, 2011

POLARIMETRI

I.                   TUJUAN
1.        Meningkatkan kemampuan melakukan prosedur laboratorium yang sederhana dengan baik dan efisien.
2.        Meningkatkan kemampuan mengumpulkan data, melakukan pengamatan dan pengukuran serta membuat perhitungan secara sistematis.
3.        Menentukan sudut putar jenis larutan optis aktif dengan metode polarimetri.
4.        Membandingkan sifat optis aktif antara dua larutan yang berbeda berdasarkan sudut putar jenis larutan tersebut

II.                DASAR TEORI
      Sinar biasa secara umum dapat dikatakan gelombang elektromagnit yang vektor – vektor medan listrik dan medan magnitnya bergetar kesemua arah pada bidang tegak lurus arah rambatnya dan disebut sinar tak terpolarisasi. Apabila sinar ini melalui suatu polarisator maka sinar yang diteruskan mempunyai getaran listrik yang terletak pada satu bidang saja dan dikatakan sinar terpolarisasi bidang (linear).
      Sinar yang berasal dari sumber dilewatkan melalui prisma terpolarisasi (polarizaer), kemudian terus ke sel polarimeter yang berisi larutan, dan akhirnya menuju prisma terpolarisasi kedua (analizer). Analizer dapat diatur sesuai keinginan sedangkan polarizer tidak.


      Bila arah transmisi polarisator sejajar dengan arah transmisi analisator, maka sinar yang mempunyai arah getaran yang sama dengan arah polarisator diteruskan seluruhnya. Tetapi apabila arah transmisi polarisator tegak lurus terhadap analisator maka tak ada sinar yang diteruskan. Dan bila arahnya membentuk suatu sudut maka sinar yang diteruskan hanya sebagian. Sinar terpolarisasi linear yang melalui suatu larutan optik aktif akan mengalami pemutaran bidang polarisasi. Putaran optik atau yang disimbolkan dengan α adalah sudut yang dilalui analizer ketika diputar dari posisi silang ke posisi baru yang intensitasnya semakin berkurang hingga nol. Dimana dalam hal ini telah terbentuk bayangan yang redup seluruhnya dan tidak ada batas antara wilayah gelap dan terang lagi.
      Untuk menentukan posisi yang tepat (pas) sulit dilakukan, karena itu digunakan apa yang disebut dengan “setengah bayangan” (bayangan redup). Untuk mencapai kondisi ini, polarizer diatur sedemikian rupa sehingga setengah bidang polarisasi membentuk sudut sekecil mungkin dengan setengah bidang polarisasi yang lainnya. Akibatnya memberikan pemadaman pada kedua sisi lain, sedangkan di tengah terang. Bila analizer diputar terus, setengah dari medan menjadi lebih terang dan lainnya redup. Posisi putaran diantara terjadinya pemadaman dan terang tersebut adalah “posisi putaran yang tepat” dimana pada saat ini intensitas kedua medan sama.


      Seperti telah disebutkan sebelumnya jika zat yang bersifat optis aktif ditempatkan diantara polarizaer dan analizaer, maka bidang polarisasi akan berputar sehingga posisi menjadi berubah. Untuk mengembalikan ke posisi semula, analizer dapat diputar sebesar sudut putaran dari sampel yang diujikan.
                  Apabila bidang polarisasi tersebut terputar kearah kiri (levo) dilihat dari pihak pengamat, peristiwa ini kita sebut polarisasi putar kiri, sudut perputarannya adalah negative (-). Demikian juga untuk peristiwa sebaliknya (dextro), sudut perputarannya adalah (+). Besar sudut pemutaran bidang polarisasi () dapat dinyatakan sebagai :
III.      
        dimana :   C       =   konsentrasi larutan
L          =       panjang kolom larutan
=       sudut putar jenis larutan optik aktif untuk sinar D natrium pada temperatur t
Putaran potik (α) bergantung pada panjang sel, panjang gelombang cahaya, dan temperatur. Pada percobaan ini masing – masing variabel dibuat tetap. Panjang sel sekitar 20 cm atau sama dengan 2 dm. Sumber sinar adalah lampu natrium yang dapat memancarkan cahaya kuning (duplet) yang disebut garis D-natrium dengan panjang gelombang 589 nm. Dalam hal ini digunakan panjang gelombang tersebut ditujukan untuk lebih mudahnya menajamkan batas antara daerah gelap dan terang sehingga sangat bermanfaat dalam mencari bayangan redup yang sebenarnya.
          Polarimeter dilengkapi dengan skala vernier untuk membantu pengukuran sudut putaran secara teliti. Dan dari skala inilah kita dapat membaca dengan lebih jelas skala yang ditunjukkan sebagai hasil perputaran dari polarizer.

IV.             ALAT DAN BAHAN
1.        Alat-alat:
-       Polarimeter
-       Corong plastik
-       Botol semprot
2.        Bahan-bahan:
-       Aquades
-       Zat A : Sukrosa 5 %
-       Zat B : Glukosa 5 %

V.                PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja dari praktikum Polarimetri adalah sebagai berikut:
1.        Sel polarimeter dibilas dengan aquades beberapa kali dengan menggunakan botol semprot. Kemudian sel diisi dengan aquades dan diusahakan tidak boleh ada gelembung udara dalam sel. Sel diletakkan dalam polarimeter, kemudian pembacaan diatur hingga 0oC, melalui lensa mata bagian kanan. Kemudian “setengah bayangan” (bayangan redup) ditetapkan sebagai bayangan kerja, dengan mengatur pusat lensa mata maju atau mundur. Pembacaan ini dicatat sebagai titik nol. Harga titik nol ini harus diperhitungkan terhadap setiap pengukuran selanjutnya.
2.        Sel dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan larutan sampel. Dengan menggunakan rumus :

dimana   :         = putaran spesifik
                          α           = putaran yang diukur tanpa perputaran peralatan
                          λ           = panjang sel = 1 dm
                           c           = konsentrasi (5% W/V = 0,05)
dan selanjutnya putaran optik untuk larutan dihitung.
VI.             HASIL PENGAMATAN
Panjang sel (setelah diukur panjangnya) = 10 cm = 1 dm.
No.
Zat (larutan)
Putaran (α)
1.
Aquades
0,00
0,00
0,00
2.
Zat A
(Sukrosa 5%)
+8,50 – (0,00) = + 8,50
+8,60 – (0,00) = + 8,60
+8,70 – (0,00) = + 8,70
3.
Zat B
(Glukosa 5%)
+5,40 – (0,00) = + 5,40
+5,50 – (0,00) = + 5,50
+5,60 – (0,00) = + 5,60

VII.          PERHITUNGAN
v  Sukrosa 5%
Diketahui :  = +8,50
= +8,60
 = +8,70
c    = 0,05
λ    = 1 dm
Ditanya   : putaran optic larutan ( )
Jawab      

+170
Dengan cara yang sama diperoleh :
Percobaan

I
+170
II
+172
III
+174

Percobaan




I
+170
+172
-2
4
II
+172
0
0
III
+174
2
4

8

Standar Deviasi = 
= 2
Simpangan baku = (+172 + 2)
Kesalahan praktikum =  . 100 %
 = 1,16%
Kebenaran praktikum = 100% - 1,16% = 98,84%


v  Glukosa 5 %
Diketahui :  = +5,40
 = +5,50
 = +5,60
c = 0,05
λ = 1 dm
Ditanya   : putaran optic larutan (  )
Jawab      :
  +108
Dengan cara yang sama diperoleh :
Percobaan

I
+108
II
+110
III
+112

Percobaan




I
+108
+110
-2
4
II
+110
0
0
III
+112
2
4

8

Standar Deviasi = 2
Simpangan baku = (+110 + 2)
Kesalahan praktikum = . 100 %
 = 1,8%
Kebenaran praktikum = 100% - 1,82% = 98,18%



VIII. PEMBAHASAN

      Percobaan polarimetri ini bertujuan untuk mengukur besar sudut putaran dari zat atau larutan yang bersifat optis aktif. Percobaan ini diawali dengan mengukur putaran optik dari aquadest yang dijadikan sebagai standar dalam pengukuran . hasil dari pembacaan skala pada polarimeter dipakai sebagai titik nol dan dari data pengamatan diperoleh putaran optiknya sebesar +0,00o.
      Selanjutnya, diukur putaran optik dari zat  A dan zat B yang diberikan oleh asisten dosen, dimana zat A adalah sukrosa 5% dan zat B adalah glukosa 5%. Pengukuran putaran optik zat A dan zat B masing – masing dilakukan 3 kali agar dapat diketahui kebenaran praktikum yang telah dilakukan.
      Putaran spesifik zat A yang telah dihitung berdasarkan putaran optiknya adalah +0,00o.  untuk 3 kali pengukuran yang telah dilakukan dengan rata – rata (+172 ± 2)0. Persentase kebenaran praktikum untuk pengukuran putaran spesifiknya adalah 100%. Sedangkan putaran spesifik zat B   rata – rata (+110o ± 2)0.Persentase kebenaran praktikum untuk pengukuran putaran spesifik zat B adalah 98,18%.
Dari hasil percobaan dan perhitungan ini menunjukkan bahwa putaran spesifik zat A lebih besar daripada zat B. Hal ini dikarenakan zat A adalah larutan sukrosa 5%, dimana sukrosa memiliki sifat optis aktif yang lebih besar dibandingkan zat B, yaitu: larutan glukosa 5%. Dalam konsentrasi yang sama (5%), sukrosa dan glukosa memiliki besaran putaran optic yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan ukuran dan konformasi dari struktur molekul diantara keduanya.

      Karena struktur dan ukuran molekul sukrosa lebih besar, maka hal ini dapat mempengaruhi sifat optis aktif dari senyawa sukrosa. Bila dibandingkan dengan glukosa yang ukuran molekulnya lebih kecil dan sederhana dibandingkan sukrosa.
Pada prinsip kerja polarimetri, besar pemutaran bidang polarisasi suatu larutan yang optis aktif dipengaruhi oleh struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, konsentrasi, panjangnya pipa polarimeter, banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan pelarut.
Dipengaruhi oleh perbedaan ukuran dan struktur molekulnya, maka glukosa dan sukrosa yang berkonsentrasi sama akan mengalami perbedaan besar pemutaran bidang polarisasi. Dimana, molekul yang struktur dan ukurannya lebih besar, akan memiliki sudut perputaran yang lebih kecil. Jadi, diperoleh hubungan keterbalikan antara besar struktur suatu molekul terhadap nilai sudut perputaran bidang polarisasi dalam polarimetri.


IX.             KESIMPULAN
1.      Besarnya perputaran polarisasi bergantung pada struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, konsentrasi, panjangnya pipa polarimeter, banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan pelarut.
2.      Putaran spesifik zat A rata – rata adalah (+172 ± 2)0.
3.      Putaran spesifik zat B rata – rata (+110o ± 2)0
4.      Putaran spesifik zat A (larutan sukrosa 5%) lebih besar daripada zat B (larutan Glukosa 5%).
5.      Molekul yang struktur dan ukurannya lebih besar, akan memiliki sudut perputaran polarisasi yang lebih besar.
6.      Dalam konsentrasi yang sama (5%), sukrosa dan glukosa memiliki besaran putaran optic yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan ukuran dan konformasi dari struktur molekul diantara keduanya.
7.      Pada prinsip kerja polarimetri, besar pemutaran bidang polarisasi suatu larutan yang optis aktif dipengaruhi oleh struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, konsentrasi, panjangnya pipa polarimeter, banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan pelarut.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009.”Polarimetri” www.scribd.com/doc/31438296/POLARIMETRI (diakses 2 mei 2011)
            Dogra,S.K., dan S. Dogra.1990. Kimia Fisika dan Soal-soal Cetakan I. UI-Press: Jakarta.
            Fessenden and Fessenden.1999. Kimia Organik. Erlangga: Jakarta.
            Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Fisika II. Jurusan Kimia F.MIPA Universitas Udayana: Bukit Jimbaran.

0 comments:

Post a Comment