Darah dan Cairan tubuh Moslem.Blog: Darah dan Cairan tubuh

Darah dan Cairan tubuh

Monday, November 2, 2009

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan tugas review Fisiologi Darah dan Cairan Tubuh. Dalam penyelesaian tugas ini kami mencoba memberikan artikel-artikel yang sekiranya dapat memberikan wawasan bagi ilmu pengetahuan.
Penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan pada semua pihak yang telah membantu tugas review Fisiologi, semoga menjadi amal k ebaikan dan mendapatkan pahala setinggi-tingginya dari Tuhan Yang Maha Esa.

















Bukit Jimbaran, Oktober 2009



Penulis
ISI


ZALIR TUBUH

Zalir tubuh adalah air beserta unsur-unsurnya yang diperlukan tubuh untuk fungsi sel. Kandungan air pada tubu hewan bervariasi, tergantung umur dan jumlah lemak dalam jaringan. Zalir tubuh total dapat diukur dengan mempergunakan deuterium oxida, tritium oxida dan antipyrine.
Menurut tempatnya zalir ada 2 yaitu:
1. Zalir Intraselluler ( di dalam)
Sekitar 40-50 % dari berat badan, letaknya di dalam sel. Mengandung elektrolit serta kalium dan fosfat, dan bahan makanan seperti glukosa dan asam amino. Kerja enzim dalam sel adalah konstan, memecah dan membangun kembali sebagaimana dalam semua metabolisme untuk mempertahankan keseimbangan (homeostasis).

2. Zalir Extracellulair atau interstisial ( di luar)
Kira-kira 1/3 dari zalir total (17-30% berat badan), zalir extracellulair merupakan medium tempat sel hidup. Plasma darah (5% dari berat badan) dan zalir intertisial (15% dari berat badan) merupakan zalir extracellulair. Zalir interstisial terdiri atas zalir jaringan dan lymphe (getah bening).

1.1. Zalir Getah Bening (Limfe)
1.1.1 Pertukaran Zalir Dalam jaringan
1.2. Zalir Cerebrospinalis
1.3. Zalir Synovialis (Persendian)

DARAH
Darah merupakan jaringan cair yang terdiri atas plasma darah (zalir tubuh intersellulair, 55%) dan di dalamnya terdapat sel-sel darah (unsur padat, 45%). Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan. Dalam keadaan sehat/normal volume darah tetap dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan jaringan.
FUNGSI DARAH
1. Sebagai bagian dari sistem transport dalam tubuh.
a. Nutritif, mengantarkan zat-zat makanan dan bahan kimia dari saluran pencernaan ke jaringan tubuh yang memerlukannya, agar fungsi normalnya dapat dijalankan.
b. Respiratif, mengantarkan oxigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.
c. Exkresi, mengangkut keluar hasil-hasil buangan metabolisme (metabolit) dan CO2 dari jaringan ke organ-organ exkresi.
d. Sekretif, mengangkut hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) dan enzime dari organ ke organ
2. Homeostatis, membantu mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh, sehingga kadar air tubuh tidak terlalu tinggi/rendah.
3. Termoregulasi, membantu mempertahankan temperatur tubuh, karena darah mempunyai panas spesifik yang tinggi.
4. Keseimbangan asam-basa ,mengatur konsentrasi ion hydrogen dalam tubuh (keseimbangan asam dan basa).
5. Pertahanan, membantu pertahanan tubuh terhadap mikro-organisme, terutama oleh leucocyte (butir darah putih).
Semua jaringan memerlukan persediaan darah yang memadai yang tergantung pada tekanan darah arteri normal yang dipertahan¬kan. Otak sangat memerlukan persediaan darah yang cukup dan teratur, bila tidak menerima darah selama lebih dari 3-4 menit, akan terjadi perubahan yang tak dapat pulih kembali dan beberapa sel otak akan mati. Kebanyakan fungsi darah itu diarahkan ke penyelenggaraan lingkungan internal atau matrix zalir yang tetap dan ini disebut sebagai homeostasis.



KOMPOSISI DARAH

Darah adalah zalir kompleks yang mengandung beberapa zat. Secara makroskopis atau dengan penglihatan mata biasa, maka darah terlihat sebagai zalir yang homogen atau merata dan berwarna merah.
Tetapi secara mikroskopis darah itu terdiri dari 2 bagian besar yaitu :
1. Bagian yang cair disebut dengan zalir darah atau plasma darah, yang kurang lebih berjumlah 55-60% dari seluruh volume darah.
2. Sel atau butir darah yang merupakan bagian yang padat dari darah, terdiri dari :
a. sel darah merah (erythrocyte)
b. sel darah putih (leucocyte)
c. keping darah (thrombocyte)
Warna merah dari darah disebabkan oleh erythrocyte dan bukan karena plasma darahnya. Warna kuning plasma terutama disebabkan karena adanya pigment bilirubin, walaupun caro¬tene juga ikut berpengaruh. Warna itu tergantung pada jumlah plasma darah yang diperiksa dan tergantung pada spesies hewannya. Puasa menye¬babkan meningkatnya level bilirubin plasma, kemudian menurun kembali bila mengkonsumsi makanan.Volume butir darah lebih kecil daripada volume plasma. Hal ini dinyatakan dengan rata-rata persentase volume butir darah dalam darah dari beberapa hewan yaitu sebagai berikut:
Kuda : 33, Sapi : 32, Biri-biri : 31, Kambing : 28, Babi : 39%
Kalau tubuh mengalami perlukaan maka darah akan keluar. Darah tersebut kemudian akan menggumpal. Sesudah menggumpal maka terjadi pengkerutan. Karena terjadi pengkerutan itu maka darah seakan-akan diperas, sehingga keluarlah cairan yang berwarna jernih. Cairan ini disebut serum darah. Jadi dapat ditetapkan bahwa serum itu adalah cairan dari darah setelah penggumpalan (koagulasi) sedang plasma adalah zalir darah sebelum terjadi penggumpalan darah. Plasma darah bisa diperoleh dengan menambah zat anti penggumpalan darah (anti- koagulans) pada darah. Karena butir-butir darah lebih berat daripada plasmanya maka lama kelamaan butir-butir darah akan mengendap di bawah dan di bagian atasnya terdapatlah plasma
darah. Dengan mengadakan centrifugasi (dengan memakai alat centrifuge) plasma darah bisa diperoleh lebih cepat lagi.

Derajat sedimentasi erythrocyte sangat berbeda pada species hewan. Pada kuda erythrocytenya mengendap dengan cepat dan stabilitas suspensi dari darah yang demiki¬an itu dikatakan kecil, sedang pada ruminansia stabilitas suspensinya besar, sehingga pengendapan/ sedimentasi erythro¬cyte berlangsung lambat. Gravitasi spesifik darah total beberapa species hewan adalah sebagai berikut :
kuda = 1,053 babi = 1,046
sapi = 1,052 anjing = 1,052
domba = 1,051 kucing = 1,051
Gravitasi Spesifik (GS) butir darah, terutama erythrocyte lebih besar daripada GS plasma. Pada sapi dan domba GS. erythro¬cyte adalah 1,84, sedang GS. plasmanya adalah 1,029. Oleh karena GS butir darah lebih tinggi, maka butir-butir darah dalam darah yang telah dicegah koagulasinya cenderung mengendap. Sel erythrocyte akan turun sampai dasar, sel leucocyte menempati zone tengah yang tipis dan plasma di atasnya.
Kecepatan sedimentasi = derajat sedimentasi. Gravi¬tas spesifik = berat jenis.


CADANGAN ALKALI

Karena bikarbonat dalam darah dan dalam zalir jaringan begitu penting dalam pengaturan reaksinya, dan karena kan¬dungan bikarbonat dalam darah menunjukkan reserve alkali yang tersedia dalam tubuh, maka kandungan bikarbonat itu dinyatakan sebagai reserve alkali. Secara onvensional ini dinyatakan sebagai persentase volume CO2 yang bisa dipero¬leh/diamati dari sample plasma darah bila berada dalam kondisi tercegah dari kehilangan CO2nya. Kandungan CO2 darah sapi bervariasi terbalik dengan temperatur lingkungannya.

SEL DARAH MERAH (ERITROSIT)

Pada mamalia, eritrosit berbentuk bulat, bikonkaf, tidak berinti.kalau pada hewan di bawah mammalia mempunyai bentuk elliptis dan mempunyai banyak inti (nucleus). Ery¬throcyte mammalia itu bila dimasukkan ke dalam larutan garam yang sangat lemah akan berubah bentuk bikonkafnya menjadi bentuk spheris (bulat seperti bola). Bila ditempatkan dalam larutan garam kuat akan engkerut/mengkeriput.

Struktur Eritrosit:
Bervariasi, terdiri dari :
1. Stroma yang seperti spons dengan endapan hemoglobin di sela-selanya.
2. Gelembung yang embrananya mengelilingi satu massa yang bersifat zalir.
3. Balon yang mengandung stroma elastis dan haemo¬globin, serta dikelilingi kondensasi (pengentalan) lipid protein yang bertindak sebagai membrana.
Eritrosit itu lembut dan dapat ditekan/ dimampatkan. Oleh karenanya eritrosit bisa melewati kapiler darah yang diameternya lebih kecil daripada diameter eritrosit, tetapi hal ini sering menyebabkan terjadinya trauma pada eritrosit.

Ukuran Eritrosit:
Rata-rata diameter eritrosit pada hewan ternak dan manusia adalah sebagai berikut :
Kuda : 5,6 mikron Babi : 6,2 mikron
Keledai : 5,3 Anjing : 7,3
Lembu : 5,6 Kucing : 6,5
Biri-biri : 5,0 Manusia : 7,5
Kambing : 4,1

Jumlah Eritrosit
Jumlah erotrosit ditentukan dalam tiap mm3 darah. Jumlah erythrocyte dalam darah hewan ternak dan manusia adalah sebagai berikut :

Mahluk Jumlah (juta/mm3 darah)
Kucing 6 - 8
Sapi 6 - 8
Ayam 2,5 - 3,2
Anjing 6 - 8
Kambing 13 - 14
Babi 6 - 8
Merpati 3,5 - 4,5
Kuda (darah panas) 9 - 12
Kuda (darah dingin) 7 - 10
Kelinci 5,5 - 6,5
Biri-biri 10 - 13
Laki-laki 5 - 6
Perempuan 4 - 5

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa jumlah erythrocyte sangat bervariasi pada species hewan. Dalam 1 species juga bervariasi jumlahnya. Dalam kenyataannya jumlah erythrocyte itu tidak selamanya konstan dalam individu. Faktor-faktor yang menyebabkan variasi intra-species/intra-individual tersebut adalah umur, sex/jenis kelamin, latihan, makanan dan iklim. Kuda berdarah panas mempunyai jumlah erythrocyte dan kandungan haemoglobin yang nyata lebih tinggi kuda berdarah dingin.Diperkirakan jumlah erythrocyte dan kandungan Hb merupakan sifat genetis kuda berdarah panas itu. Jumlah erythrocyte tersebut bisa dihitung dengan memakai alat haemocytometer.

Komposisi Erythrocyte
Erythrocyte berbagai species mengandung 62 - 72 gram air per 100 ml sel. Bagian padat erythrocyte terdiri atas pigment haemoglobin ( 95%) dan stroma. Stroma terdiri atas protein, lipid (lecithin, cholesterol dan cephalin) dan zat-zat anorganik.





1.4.6.5 Haemolysis
Haemolysis adalah keadaan keluarnya Hb dari erythrocyte, sehingga Hb berada bebas dalam plasma atau dalam medium di sekeliling erythrocyte tersebut. Agar darah merah tetap utuh, maka harus ada dalam lingkungan bertekanan osmose yang sama dengan plasma darah. Bila tekanan osmose plasma darah lebih rendah daripada tekanan osmose sel darah merah, terja¬dilah hemolisis.Terdapat beberapa cara untuk menimbulkan haemolysis yaitu :
1. Pembekuan dan pencairan darah secara berganti akan menye¬babkan terjadinya haemolysis, karena pecahnya/rusaknya stroma.
2. Penurunan tekanan osmotik plasma.
Hal ini bisa dilakukan dengan menambahkan larutan garam lemah atau air ke dalam darah. Akibatnya akan terjadi masuknya air ke dalam butir darah secara osmosis melalui dindingnya yang semi-permeable. Akibatnya erythrocyte akan menggembung, merenggang membrananya dan akhirnya akan pecah, sehingga Hb terdapat di luar erythrocyte. Dengan demikian terjadi haemolysis. Larutan yang menye¬babkan terjadinya haemolysis secara osmosis disebut larutan hypotonis (misalnya larutan NaCl 0-4 %). Larutan yang mengandung erythrocyte tanpa terjadi perubahan osmotik disebut larutan isotonik (tekanan sama denga tekanan dinding eritrosit, misalnya larutan NaCi 0.55 – 0.9 %). Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi daripada plasma darah adalah larutan hypertonik (misalnya NaCl 2% dan 3%). Larutan ini akan menyebabkan terjadinya perembesan keluar cairan dari dalam erythrocyte dan ini mengakibatkan terjadinya pengerutan (krenasi = crenation) erythrocyte.
Larutan isotonik yang paling banyak digunakan dalam fisiologi dikenal sebagai larutan larutan NaCl 0,8%. Tetapi penelitian selanjutnya menyata¬kan bahwa larutan isotonis pada berbagai species hewan sedikit berbeda. Misalnya :
Biri-biri : 0,978% NaCl
Sapi : 0,933% NaCl
Kambing : 0,955% NaCl
Kuda : 0,927% NaCl
Manusia : 0,927 - 0,945% NaCl
Umumnya NaCl 0,85% hampir bersifat isotonis terhadap plasma darah mammalia.
3. Pengadukan dan pengocokan darah bisa menyebabkan terjadi¬nya haemolysis.
4. Pemanasan darah sampai lebih dari 50 0 C menyebabkan terjadinya haemolysis.
5. Zat-zat ini yang bisa menurunkan tekanan permukaan saponin/sabun, garam empedu) bisa menyebabkan haemoly¬sis. Zat-zat ini barangkali bereaksi dengan beberapa penyusun membrana erythrocyte. Juga alkohol, ether, chloroform dan aceton bereaksi seperti itu.
.
1.4.6.6 Hemaglutinasi.

Telah lama diketahui bahwa bila serum darah atau plasma darah seekor hewan dicampur dengan erythrocyte hewan species lain, aglutinasi erythrocyte akan terjadi (penggumpalan). Proses ini disebut sebagai hemaglutinasi (hetero-hemaglutinasi); substansi aktif dari serum/plasma adalah aglutinin, sedang pada erythrocyte adalah aglutinogen. Juga didapatkan bahwa aglutinasi erythrocyte bisa terjadi bila serum dan erythrocyte dari individu-individu species yang sama dicampur. Reaksi ini dikenal sebagai isohemaglutinasi.Persoalan aglutinasi ini terutama sangat penting artinya dalam transfusi darah. Aglutinasi erythrocyte pada aliran darah recipient/pasien akan berakibat fatal. Pada manusia dikenal adanya golongan darah : A, B, AB, dan O. (berdasar¬kan atas aglutin dan aglutinogen-nya).
.
1.4.6.7 Asal erythrocyte :
Pada foetus : hati, ginjal dan nodus lymphaticus (lymphono¬dus) adalah organ tubuh yang terlibat dalam pembentukan darah. Pada mammalia setelah lahir dan sepanjang hidupnya dalam keadaan normal sumsum tulangnya merupakan organ ery¬thropoisis. Erythropoisis adalah proses pembentukan butir darah merah. Pada burung sumsum tulangnya adalah tempat utama dari pembentukan erythrocyte, tetapi ginjal juga membentuk erytrocyte dalam jumlah kecil. Pada keadaan patho¬logis sesudah lahir, hati, limpa dan nodus lymphaticus juga berfungsi erythropoiesis seperti pada foetus. Pada sumsum tulang, erythropoiesis berjalan secara terus menerus dan butir darah dimasukkan ke dalam aliran darah sedemikian rupa sehingga tetap seimbang dengan banyaknya butir darah yang rusak, karenanya jumlah totalnya dalam darah tidak mengalami turun naik dengan beda yang besar. Pada darah mammalia normal secara tetap diketemukan sejumlah kecil erythrocyte yang menunjukkan keadaan bereticula (berbentuk sebagai jala). Bentuk muda erythrocyte ini dikenal sebagai reticulo¬cyte. Retikulosit merupakan sel darah merah yang dihasilkan oleh sumsum tulang, tetapi belum mencapai kedewasaan/masak. Mereka selanjutnya akan berkembang menjadi erythrocyte dewasa dalam aliran darah. Peningkatan jumlah reticulocyte dalam darah (disebut reticulocytosis) menunjukkan bahwa erythropoiesis meningkat. Erythrocyte yang masih muda terse¬but mempunyai inti, tetapi lama kelamaan sesuai dengan peningkatan umurnya, inti tersebut akan hilang. Agar ery¬throcyte muda dapat berkembang menjadi dewasa, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi, yakni :
a. Faktor extrinsik : yaitu substansi yang terdapat dalam makanan (vitamin B12).
b. Faktor intrinsik : yaitu substansi yang dihasilkan oleh sel pada daerah pylorus lambung dan juga oleh glandula duodenum, yang diabsorpsi dari intestinum dan disimpan terutama dalam hati (mukoprotein).
Bahwa penderita anemia perniciosa bisa disembuhkan dengan memberi makan hati, bisa di simpulkan bahwa faktor extrinsik (yang juga bisa disebut sebagai faktor anti-anemia pernicio¬sa) adalah Vit.B12 yang terdapat dalam protein hewani. Vitamin B12 ini tidak akan diabsorpsi dari dalam usus apabi¬la tidak ada faktor instrinsik yang terdapat dalam usus (berupa mucoprotein). Seperti Vit. B12; folic acid juga mempunyai kemampuan untuk memasakkan erythrocyte. Vitamin lain yang juga terlibat dalam hematopoiesis adalah pyridox¬in, riboflavin, nicotinic acid, pantothenic acid, biotin dan Vit.C. Mineral yang paling umum diperlukan dalam hematopoie¬sis adalah besi, tembaga dan cobalt. Kekurangan zat-zat tersebut di atas, dapat mengganggu eritropoisis. Perdarahan yang hebat, parasit dan anemia mendorong peningkatan produk¬si eritrosit. Kondisi tak sehat karena kurangnya jumlah eritrosit atau jaringan kekurangan O2 merangsang dihasilkan¬nya faktor humoral oleh jaringan ginjal, yaitu eritropoitin (hematopoitin) yang meningkatkan produksi eritrosit. Anoxia juga merupakan stimulus yang kuat bagi erythropoesis. Derivat pteroyglutamic acid (folic acid) dikenal sebagai faktor citrovorum yang mempengaruhi aktivitas regeneratif jaringan hematopoesis. Defisiensi faktor citrovorum pada hewan menyebabkan anaemia macrocytis (darah muda belum dewasa beredar). Istilah anaemia menunjukkan keadaan jumlah erythrocyte-nya atau konsentrasi Hb-nya atau keduanya kurang dari normal. Anemia dapat disebabkan oleh :
1. kehilangan darah oleh sebab apapun
2. destruksi darah yang meningkat
3. pembentukan darah yang menurun

1.4.6.8 Nasib erythrocyte:
Sel sistem reticulo-endothelial (S.R.E.) menghancurkan erytrocyte yang sudah tua. Sel ini dikenal juga dengan nama: histiocyte, macrophage, atau clasmatocyte. Sel SRE meliputi sel-sel stellata atau sel Kupffer yang diketemukan pada dinding sinus darah pada hati, sel sejenis pada limpa dan sel-sel tertentu dari sumsum tulang dan nodus lympaticue dan mampu ber-phagocytosis.
Perusakan erythrocyte berlangsung sebagai berikut : Sel darah merah dalam aliran darah pecah menjadi bagian yang makin lama makin kecil tetapi tetap memegang Hbnya. Selan¬jutnya bagian ini diambil oleh sel SRE dan pada waktu itu Hbnya akan dipecah menjadi bagian pigment yang mengandung zat besi dan bagian protein. Selanjutnya bagian pigmentnya itu diubah menjadi pigment empedu, yang merupakan produk buangan. Penelitian dengan menggunakan isotop radioaktif dari besi dapat menunjukkan bahwa zat besi hasil perusakan erythrocyte itu hampir dengan segera digunakan untuk memben¬tuk Hb yang baru lagi, meskipun cukup tersedia zat besi cadangan. Hati dan limpa merupakan tempat penyimpanan zat besi terpenting yang tidak segera digunakan untuk pembentu¬kan Hb yang baru. Nasib bagian protein Hb tidak diketahui dengan pasti. Mereka mungkin masuk ke kumpulan protein dalam tubuh dan dipergunakan untuk pem bentukan Hb yang baru, atau protein lainnya. Menurut penelitian perkiraan umur dari erythrocyte yang dewasa 4-120 hari tergantung pada species hewannya. Misalnya pada kuda rata-rata umurnya 100 hari, sedang pada anjing 124 hari. Dari hasil penelitian itu dapat disimpulkan bahwa tempat perusakan erythrocyte berbeda-beda sesuai dengan speciesnya. Mungkin erythrocyte dihancurkan dengan haemolysis dalam lien (limpa) atau tempat lain. Arti sel-sel SRE di berbagai organ dalam destruksi erythrocyte kurang jelas. Variasi terdapat antara species. Pada anjing tempat utama pembentukan pigment empedu (bilirubin) adalah dalam sumsum tulang merah, karena itu diperkirakan sumsum tulang merah sebagai tempat utama destruksi erythrocyte. Pada manusia tempat terpenting adalah lien, pada bangsa burung adalah hati. Pada kebanyakan species hewan, hati merupakan tempat destruksi erythrocyte yang penting pula.

1.4.6.9 Haemoglobin (Hb) :
Haemoglobin atau ferrohemoglobin, pigment butir darah merah terjadi dari bagian pigmen (heme) dan globin yang merupakan protein sederhana (histone). Warna merah haemoglobin itu disebabkan oleh haeme yang merupakan suatu senyawa logam dengan adanya atom besi pada pusat molekul porphyrin. Haeme adalah substansi pigment ferrous-porphyrin dengan formulanya C34H32N4FeOH, dan membentuk 5% dari pigment Hb. Pigment ini juga dikenal sebagai hematin atau protohematin, terdapat baik pada pigment hewan atau tumbuh-tumbuhan. Kombinasi dari haeme dengan globin otot daging akan membentuk haemoglobin otot daging atau myohaemoglobin (mioglobin).Haemoglobin terdapat dalam darah semua mammalia dan pada beberapa hewan jauh di bawah mammalia, tetapi hemoglobin bukanlah senyawa yang identik. Ada variasi haemoglobin dalam individu (tipe foetus dan dewasa) dan variasi di antara species. Perbedaannya terletak dalam bagian globin dari molekul Hb-nya itu, sedangkan haeme tidak berbeda komposisi¬nya baik pada hewan atau pada tumbuh-tumbuhan. Bukti bahwa¬sanya Hb pada hewan yang berbeda adalah tidak identik bisa dilihat dari :
.a. Crystallography dari Hb tidak sama.
Reichert dan Brown menunjukkan bahwa Hb semua species hewan yang diselidiki itu bisa dikristalkan, biasanya sebagai oxy-Hb, tetapi gampangnya dikristalkan, bentuk dan ukuran kristalnya dan faktor lainnya sangat bervaria¬si.
b. Spektra absorbsi dari Hb yang berbeda adalah tidak identik.
Bila cahaya putih enembus/melewati larutan Hb, maka panjang gelombang cahaya tertentu akan diabsorpsi. Spektrum yang timbul disebut spektrum absorbsi dan daerah absorbsinya dikenal sebagai pita absorbsi. Hal ini bisa diketahui dengan memeriksanya memakai spectroscope. Bila cahaya putih diperiksa spektroscopis suatu seri warna akan didapatkan yaitu : merah, oranye, hijau, biru, violet, dan indigo (nila). Bila cahaya atau sinar mata¬hari diperiksa garis vertikal yang hitam dijumpai pada tempat tertentu dari spektrumnya itu. Ini dikenal sebagai Fraunhofer" dan dinyatakan dengan A, B, C, D, dan seterusnya. Pita absorbsi dengan ukuran, keadaan dan posisi tertentu dihasilkan oleh larutan haemoglobin dan derivatnya dengan konsentrasi tertentu. Oleh karena itu pemeriksaan spektroscopis berguna untuk mengidentifikasi pigment tersebut dalam larutan.. Larutan Oxy-Hb akan memperlihatkan 2 pita absorbsi di antara garis D dan E, pita yang di kiri lebih sempit daripada yang di kanan. Sedangkan Carboxy-Hb menunjukkan 2 pita absorbsi yang sama posisi dan ukurannya dengan pita absorbsi dari oxy-Hb, tetapi bila ditambah dengan zat pereduksi (amonium sulfida) pita absorbsinya bisa dibedakan, hanya ada 1 pita yang mulai di kiri garis D sampai mendekati garis E pada oxy-Hb, sedang pada karboxi-Hb tetap 2 pita..
c. Komposisi kimia dari bagian globin tidak sama,
Disebabkan oleh perbedaan kandungan asam aminonya. Perbedaan species yang karakteristik telah diketemukan dalam hal ratio dari methionine dengan cystine.

1.4.6.9.1 Jumlah Hemoglobin
Jumlah Hb dinyatakan dengan gram per 100 ml darah. Pada classis mammalia, kandungan Hb nya berkisar dari 10-16 gram per 100 cc darah. Kandungan Hb beberapa species hewan adalah
sebagai berikut :
- Kuda : 11,3 gram/100 cc darah
- Sapi : 12,03 gram/100 cc darah
- Kambing : 10,9 gram/100 cc darah
- Kucing : 10,49 gram/100 cc darah
- Biri-biri : 11,18 gram/100 cc darah
- Kelinci : 11,9 gram/100 cc darah
- Ayam jantan : 13,5 gram/100 cc darah
- Ayam betina : 9,8 gram/100 cc darah
- Merpati : 15,34 gram/100 cc darah
- Manusia laki : 16,92 gram/100 cc darah
- Manusia perm : 15,53 gram/100 cc darah
- Kalkun : 10,5 gram/100 cc darah

J umlah Hb dalam darah dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain umur, jenis kelamin/sex, musim, kebiasaan hidup species hewannya, dan penyakit.
Kandungan Hb darah bisa ditentukan dengan memakai alat hemoglobinometer/hemometer. Dalam perhitungan itu karena jumlah absolute dari Hb dinyatakan dengan 100% dan skala dari alat-alat berbeda, hasilnya akan bervariasi dengan sangat besar, maka disarankan agar semua nilai Hb dinyatakan dalam gram/100 cc dan semua hemoglobinometer dibakukan dengan methode yang sama. Mammalia normal mengandung Hb sekitar 13-15 gram/100 ml.

1.4.6.9.2 Oxy-Hemoglobin dan lainnya
Pada waktu erythrocyte lewat dalam kapiler-kapiler pulmona¬lis, Hb akan berikatan/ berkombinasi dengan O2 membentuk Oxy-Hb yang selanjutnya dalam jaringan akan melepaskan O2 nya itu dan kembali menjadi Hb. Hubungan antara Hb dan O2 bisa dinyatakan dengan persamaan sederhana sebagai berikut :
Hb + O2  Hb O2 (bila jenuh dengan oxygen).
Satu gram Hb mengandung kira-kira 1,34 cc oxygen. Oxy-Hb darah arterial berwarna merah terang, sedangkan Hb terreduksi dan darah vena berwarna merah keunguan (merah pekat).Hb. mempunyai kemampuan untuk mengikat tidak hanya O2 tetapi juga gas lain, seperti CO. Hasil ikatan dengan CO adalah Carboxyhaemoglobin. Affinitas Hb. terhadap CO 200 x lebih besar daripada affinitas Hb terhadap O2, karena itu bila dalam udara pernafasan ada CO, maka CO akan mendesak O2 dan berikatan dengan Hb. CO itu terikat pada Fe dari haeme dan dengan cara yang sama seperti O2, tetapi ikatan itu lebih kuat, sehingga Hb sukar melepaskan CO. CO selain mengakibat¬kan Hb tidak dapat mengangkut O2, juga mengganggu pembebasan O2 pada jaringan tubuh. Karena itu CO adalah gas yang sangat beracun. Bila hewan mengisap udara yang mengandung 0,1% CO timbul akibat yang hebat dalam waktu 30-60 menit karena 20% daripada Hb sudah berubah menjadi HbCO. Therapi dijalankan dengan memberi O2 dengan tekanan, sehingga partial O2 dalam darah meningkat dan dapat mendesak CO dari HbCO.
Reaksi : HbCO +O2 ↔ HbO2 + CO. Peningkatan tekanan CO2 juga dapat menyebabkan reaksi berjalan ke kanan, karena CO2 ini juga akan merangsang pusat pernafasan.
Methaemoglobin dikenal pula sebagai ferrihaemoglobin, deri¬vat Hb yang terbentuk oleh oxidasi zat besi ferro menjadi ion ferri. Jadi methaemoglobin adalah oxida Hb sejati, sedang Oxy-Hb adalah derivat oxygenasi. Met-Hb atau ferri-Hb tak dapat bersenyawa dengan O2 secara ferro-Hb, karena itu sebagai pigment respirasi dalam darah tak ada gunanya. Dalam peredaran darah sejumlah kecil met-Hb selalu terbentuk, tetapi sistem reduksi dalam erythrocyte mencegah akumulasi yang berkelebihan. Setelah pemakaian obat-obatan tertentu, seperti nitrit, aminophenol, acetanilid, sulfonamid, dll., met-Hb dapat bertambah banyak dalam sirkulasi darah. Haemato-porphyrin adalah Hb yang tidak mengandung unsur Fe dan terbentuk bila Hb dicampur dengan asam anorganis kuat. Haematoporphyrin ini secara kimiawi berdekatan dengan pig¬ment empedu bilirubin.
Pigment mioglobin terutama dijumpai pada otot-otot yang menunjukkan aktivitas lambat. Jumlahnya meningkat sesuai dengan umur dan aktivitas otot tersebut. Pigment ini adalah haemo-globin yang sebenarnya, disusun oleh haeme dan globin. Haeme dari myoglobin identik dengan haeme dari hemoglobin darah, tetapi globinnya yang berbeda. Mioglobin bertindak memberi O2 pada organ yang berkontraksi dan bertindak seba¬gai penyimpanan O2 pada otot daging. Sapi yang dilepas di padangan mempunyai kandungan myoglobin yang lebih merah daripada babi peliharaan.

1.4.7 Butir darah putih (Leucocyte)
Leucocyte jauh lebih sedikit jumlahnya daripada erythrocyte. Beberapa klassifikasi butir darah putih telah diajukan, tetapi perbedaannya terutama sekali adalah dalam hal nomenklaturnya. Klassifikasi sebagai berikut ini adalah klassifikasi leucocyte untuk kebanyakan darah mammalia.
lymphocyte
Agranulocyte
monocyte
Leucocyte
neutrophile : netral
Granulocyte eosinophile : asam
basohile : basa

Lymphocyte : terdapat relatif dalam jumlah cukup banyak dalam darah kebanyakan species hewan piara dan ternak. Dibentuk dalam jaringan lymphoid (nodus lymphaticus, limpa, dll). Lymphocyte menghasilkan antikorpora dan mengikat toxin, mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengadakan phagocyto¬sis. Mereka mempunyai gerakan amoeboid.

Monocyte : disebut sebagai sel transisional dan merupakan leucocyte mononuclear yang besar. Terdapat dalam darah dalam jumlah yang terbatas. Sel ini besar dan mempunyai nucleus tunggal. Mempunyai pergerakan yang baik, dan aktif mengada¬kan phagocytosis. Asalnya dari sel-sel SRE (Sistem Reticulo Endothelial).

Neutrofil
Dari leucocyte granulair, neutrofil terdapat paling banyak dalam darah manusia dan kebanyakan hewan. Mempunyai granula dalam cytoplasmanya yang bisa diwarnai dengan pengecatan yang bersifat neutral. Intinya mempunyai lobi atau segment. Sel yang mempunyai inti yang sederhana dianggap masih muda, sedangkan sel yang mempunyai inti polymorph lebih tua umur¬nya. Terdapat hubungan antara keadaan patologis tertentu dengan derajat aktivitas pembentukan granulocyte. Neutrophil mampu mengadakan pergerakan amoeboid, aktif memphagocytosis dan menunjukkan peningkatan jumlah yang cepat dalam keadaan infeksi bakteri. Sel ini juga disebut sebagai first line of defense (garis pertahanan pertama). Terbentuk dalam sumsum tulang.

Eosinophil : merupakan sel yang besar dan mengandung granula (merah pada cat Giemsa) dalam cytoplasmanya; yang bisa dicat dengan pewarnaan yang bersifat asam dan intinya bergelambir dua polymorph . Jumlahnya dalam darah normal kebanyakan hewan sedikit dan meningkat pada kasus alergi akut, infeksi parasit, bakteri, ragi, dan Ag-Ab. Sel ini mengandung histaminase dan dapat melepaskan serotonin,serta mempunyai sifat non-phagocytosis. Dibuat dalam sumsum tulang.
Basophil mempunyai granula cytoplasma yang bisa dicat dengan pewarnaan yang bersifat alkalis (warna biru keunguan). Terdapat dalam darah normal dalam jumlah yang sedikit, mempunyai sedikit atau tidak daya phagocytosis. Mempunyai fungsi terhadap reaksi hipersensitifitas (alergi), metabolisme lemak, mempunyai reseptor IgE dan IgG, mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin, dan serotonin. Dibuat dalam sumsum tulang.

1.4.7.1 Umur leucocyte
Mengukur umur leucocyte tidak semudah mengukur umur erythro¬cyte. Darah mengantarkan leucocyte ke tempatnya beraksi yang extravasculair. Berapa lama sel-sel ini hidup dalam jaringan sukar ditentukan. Lymphocyte mempunyai kemampuan membentuk macrophage (histiocyte) yang tetap dan sel plasma. Sel-sel ini mencaplok zat-zat antigen dan membentuk antigen-globu¬lin.

Sel leukosit Life span (umur)
Neutrofil 5 hari
Eosinofil 3 - 5 hari
Basofil -
Limfosit 1 - 4 hari atau sampai 29 bulan
monosit


1.4.7.2 Jumlah Leucocyte
Leucocyte dihitung per mm3 darah. Jumlah leucocyte dari beberapa species hewan bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Species Jumlah per mm3 lymphocyt mono Neutro Eosino basophil
% % % % %
Kuda 10300 38 4 54 4 1
Sapi 7900 64 10 21 5 1
Anjing 13600 25 8 57 10 1
Biri-biri 7440 48 6 42 4 1
Kambing 8940 48 5 45 1,5 1
Kelinci 8910 63 1 31 2 2
Manusia 5500 23 7 67 3 1

Jumlah leucocyte tergantung pada variasi fisiologis dan pathologis. Peningkatan jumlah leucocyte (secara pathologis) disebut leucocytosis sedangkan penurunan jumlahnya disebut leucopenia. Pada equine influenza terjadi leucocytosis yang didominasi oleh neutrocytosis. Kolera babi (Hog Cholera) disertai dengan leucopenia. Pada penyakit virus yang menyerang kucing yang dikenal sebagai panleucopenia terjadi penurunan jumlah semua elemen cellulair darah, tetapi penurunan jumlah yang terbesar terjadi pada leucocyte. Leucocytosis yang fisiologis bisa disebabkan karena waktu, hari, makanan, latihan, epinephrine (adrenaline), anesthesia ether dan kondisi stress lainnya. Setelah latihan bisa terjadi neutrophilia. Biasanya epinephrine menyebabkan meningkatnya lymphocyte, neutrophil dan eosinopenia.

1.4.8 Thrombocyte
Thrombocyte merupakan keping-keping kecil yang tidak berwarna dan berbentuk bulat atau seperti batang dengan diameter hanya 2-4 micron, tetapi pada ayam 3-5 micron dengan panjang 7-10 micron dengan sebuah nucleus bulat di tengahnya. Thrombocyte dibuat dalam hati, limpa dan sumsum tulang ketika masih foetus. Pada mammalia dewasa sumsum tulang adalah tempat utama pembuatan thrombocyte. Thrombo¬cyte berasal dari pembelahan cytoplasma sel raksasa (mega¬-karyocyte) yang terdapat dalam sumsum tulang. Telah diketa¬hui bahwa beberapa mammalia domestik mempunyai thrombocyte dalam darahnya sejumlah 450.000 - 150.000 per mm3 darah. Jumlahnya pada ayam biasanya berkisar dari 25.000 - 40.000/mm3. Kelihatannya terdapat variasi antara hewan muda dengan hewan dewasa pada beberapa species hewan. Domba dan sapi yang masih muda mempunyai lebih banyak thrombocyte daripada yang dewasa, sedangkan anjing muda mempunyai lebih sedikit. Thrombocyte pada babi biasanya berjumlah 350.000 + 150.000. Babi muda mempunyai lebih sedikit daripada babi tua. Umur thrombocyte relatif pendek, diperkirakan lamanya hidup dalam sirkulasi darah 8 - 11 hari. Thrombocyte mempun¬yai beberapa fungsi dalam tubuh hewan. Fungsi utamanya adalah mencegah terjadinya haemorrhagia bila terjadi perlu¬kaan. Selama proses koagulasi darah thrombocyte menjadi sangat aktif dan dapat menghasilkan enzyme thrombokinase (thromboplastin) yang sangat berguna dalam proses koagulasi darah tersebut. Pada keadaan thrombocytopenia jumlah throm¬bocyte akan menurun, terjadi gangguan koagulasi darah, sehingga perdarahan akan berlangsung sangat lama. Jadi thrombocyte penting dalam haemostasis dan thrombosis (peng¬gumpalan darah dalam pembuluh darah).

1.4.9 Plasma darah
Plasma darah berkisar dari 55 - 70% dari darah. Plasma bisa diperoleh dari darah yang diberi antikoagulans. Komposisi plasma darah sangat komplex. Susunan plasma darah berbagai hewan secara kwalitatif sama, hanya terdapat perbedaan dalam jumlah (kwantitatif) dari penyusun-nya. Adapun susunan plasma darah sebagai berikut :
1. Air
2. Gas : O2 (oxigen), CO2 (karbondioxida), dan N2 (nitrogen)
3. Protein : albumin, globulin, fibrinogen
4. Glukose, pyruvat, laktat
5. Lipid : lemak, lecithin, cholesterol, dll
6. Substansi N.P.N : asam amino, urea, uric acid, kreatinine, kreatin, garam ammonium, dll.
7. Substansi anorganik = Na, Fosfat, K , besi (Fe) Ca, Mn, Mg, Co, terdapat dalam jumlah yang sangat kecil Cl, Cu, Sulfat, Zn, J.
8. Enzyme, hormon, vitamin dan pigment, dan lain-lain.


1.4.9.1 Protein Plasma
Protein ٠plasma diidentifikasi sebagai : albumin, globulin dan fibrinogen. Globulin dibeda-kan lagi atas : alpha, beta dan gamma globulin; gamma globulin mengandung paling banyak aktivitas anticorpora, sebagai faktor restitusi tubuh terha¬dap serangan kuman penyakit. Serum ayam yang sedang bertelur mengandung 5,40 gram protein per 100 ml serum, se¬dangkan yang tidak bertelur atau pejantan mengandung lebih sedikit (3,6 g/100 ml) dan pada anak ayam lebih sedikit lagi. Albumin, fibrinogen dan kebanyakan globulin dibentuk dalam hati, hanya gamma globin dibentuk dalam limfonodi (kelenjar getah bening) dan sel-sel SRE lainnya dalam lien (limpa) dan sumsum tulang. Sinthesis protein plasma ini akan sangat berkurang pada kerusakan hati yang keras atau pada keadaan defisiensi protein pada makanan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengurangi kandungan fibrinogen yang mengakibatkan bertambah lamanya waktu penggumpalan darah. Protein plasma membantu mempertahankan tekanan osmose koloid darah. Kapasitas menarik air dari darah tergantung pada kon¬sentrasi protein plasma. Keadaan hypoproteinanemia biasanya menyebabkan oedema. Albumin membentuk larutan kolloid dan menimbulkan tekanan kolloid osmosis, sehingga dengan adanya tekanan ini menarik air ke dalam kapiler darah. Juga albumin berfungsi menentang desakan oleh aksi jantung. Fibrinogen berfungsi dalam koagulasi darah.

1.4.9.2 Fungsi Protein Plasma
Protein plasma, asam amino dan protein jaringan ada dalam keadaan equilibrium. Bila konsentrasi asam amino dalam sel-sel jaringan turun di bawah konsentrasi dalam plasma, asam-asam amino masuk ke dalam sel-sel dan dipergunakan untuk sinthesis protein plasma dan jaringan yang esensial. Protein plasma yang terutama dibentuk oleh sel-sel hepar dapat pula dipecah menjadi asam-asam amino oleh sel-sel SRE untuk pembentukan protein cellulair, terutama bila asam amino dari proses pencernaan kurang cukup.
Protein plasma membantu penyelenggaraan tekanan osmotik kolloid darah (jangan dikacaukan dengan tekanan osmotik kristalloid darah). Protein plasma itu kolloidal dan non-diffusible. Tekanan osmotik yang dihasilkan melawan tekanan darah hydrostatis dalam kapiler, sehingga mencegah keluarnya zalir secara berlebihan ke jaringan, yang dapat menimbulkan oedema. Kemampuan penahanan air dari darah itu tergantung pada konsentrasi protein plasma. Hypoproteinaemia biasanya menimbulkan oedema. Albumin menyumbangkan 80% tekanan osmotik kolloid plasma karena banyak jumlahnya dan berat molekulnya lebih kecil.
Fungsi lain dari protein plasma adalah :
1. Membantu mempertahankan tekanan normal darah dengan jalan menyokong viskositas darah.
2. Mempengaruhi stabilitas suspensi erythrocyte.
3. Membantu mengatur keseimbangan asam-basa dalam darah.
4. Menyediakan anticorpora (gamma globulin).
5. Mempengaruhi kelarutan karbohidrat, lipid dan substansi lain yang larut dalam plasma.
6. Mengangkut Ca, P dan substansi lain dalam darah dengan jalan berikatan dengan albumin.

1.4.10 Proses Koagulasi Darah.
Kemampuan darah untuk mengadakan koagulasi bila darah itu keluar dari pembuluh darah sangat penting artinya. Nilai fisiologis koagulasi itu karena penggumpalan darah itu dapat menyumbat pembuluh darah yang luka, sehingga menghentikan haemorrhagia (bagian dari haemostasis). Koagulasi penting bagi penyembuhan luka, kegagalannya tampak pada beberapa penyakit haemorrhagia, sedang excess-nya pada thrombosis. Darah cair itu makin lama makin kental seperti agar-agar, lalu lebih padat dan kemudian mengkerut karena terbentuk anyaman fibrin. Anyaman itu terbentuk pada gumpalan darah, sehingga ada cairan jernih keluar yang disebut sebagai serum darah. Fibrin terbentuk dari fibrinogen di bawah pengaruh thrombine yang berasal dari prothrombine, sedang prothrom¬bine adalah substansi inaktif dalam plasma darah yang dibuat dalam hepar. Anyaman fibrin pada interseksi diperkuat oleh thrombocyte, yang membantu membuat koagulum (gumpalan) kuat dan elastis. Koagulum yang terbentuk tanpa thrombocyte tidak mengkerut. Erythrocyte terperangkap dalam rongga-rongga jaringan fibrin. Demikian juga leucocyte, tetapi karena aktivitas amoeboidnya dapat keluar ke dalam serum. Pembentukan prothrombin memerlukan Vit.K. Perubahan pro¬thrombin menjadi thrombin dipengaruhi oleh Ca, enzyme throm¬okinase/thromboplastin yang terbentuk dari jaringan yang rusak atau dari thrombocyte yang pecah karena bergesekan dengan permukaan yang kasar. Sebenarnya ion Ca saja dapat mengubah protrombin menjadi thrombin tetapi hal ini tidak bisa berlangsung karena protrombin berkaitan dengan anti-prothrombin, sehingga karena itulah diperlukan thromboki¬nase untuk merusak ikatan prothrombin dengan antipro¬thrombin itu. Kalau kita ringkaskan sebagai berikut :

Prothrombin - anti-prothrombin + thrombokinase  prothrombin
Prothrombin + ion Ca  thrombin
thrombin + fibrinogen  fibrin/menggumpal/koagulasi

Heparin adalah substansi anti-koagulans yang berasal dari hepar. Heparin dapat diperoleh dalam bentuk murni dan meru¬pakan polysaccharida yang bermolekul besar yang mengandung N2. Cara kerjanya adalah menghambat reaksi thromboplastin. Mengapa darah dalam pembuluh darah tidak bisa berkoagulasi ? Heparin mencegah interaksi protein, untuk menolak butir darah merah dari dinding pembuluh darah. Darah defibrinasi terbentuk bila waktu proses koagulasi sedang berjalan darah itu diaduk atau dikocok dengan batang gelas yang halus karena fibrin mengendap sebagai massa spons pada batang pengaduk itu. Akibatnya darah tidak bisa mengada-kan koagulasi. Darah yang dipisahkan fibrinnya secara itu disebut darah defibrinasi, yang komposisinya terdiri dari serum, erythrocyte dan leucocyte dan menyerupai darah normal, meskipun tak bisa berkoagulasi lagi. Waktu yang diperlukan darah itu menjadi koagulum disebut
waktu koagulasi dan berbeda untuk species hewan yang berbeda. Pada temperatur 250C waktu koagulasi adalah sebagai berikut :
Sapi 6,5 menit Kambing 2,5 maximum 5 menit
Kuda 11,5 menit Babi 3,5 menit
Domba 2,5 menit Unggas 4,5 menit


Faktor yang mempercepat koagulasi:
1. Kontak permukaan dengan benda asing atau permukaan kasar seperti kain kasa atau tampon.
2. Peningkatan temperatur.
3. Penggojogan darah secara perlahan.
4. Penambahan thrombin, extract jaringan, bisa ular tertentu enzyme antiprothrombin C dan beberapa enzyme lain.
5. Penempatan bahan yang mengandung cellulose seperti kapas, benang, kertas.
6. Peningkatan kadar ion Ca pada darah.

Faktor yang menghambat koagulasi :
1. Pelenyapan ion-ion Ca, ini dapat terjadi dengan penamba¬han Na-citrate atau Ethylene-Diamine-Tetra-Acetate. Oxalate membentuk endapan microcrystalline dengan Ca (sampai kadar 0,2%).
2. Penambahan heparin, tidak mengganggu Ca tetapi mencegah interaksi protein. Dengan cara yang dari saliva lintah) bekerja sebagai antikogulans.
3. Pendinginan darah atau pemutaran (centrifuge) untuk menghilangkan elemen-elemen yang terbentuk terutama thrombocyte, menyebabkan mekanisme plasma dalam keadaan seimbang.
4. Kekurangan Vitamin K dalam makanan atau gangguan absorpsinya karena defisiensi garam empedu, diikuti oleh turunnya konsentrasi prothrombin plasma dan berkurangnya kemampuan menggumpal.
5. Berkurangnya fungsi hepar karena kerusakan pathologis hati, juga inhibisi proses metabolisme seperti dengan dicoumarin, dapat dikaitkan dengan terbatasnya suplai prothrombin dalam plasma darah dan memperlambat koagulasi darah.
6. Penyuntikan pepton ke dalam aliran darah dapat mencegah penggumpalan darah karena pepton menyebabkan bertambahnya produksi heparin dalam hepar (jadi kerja pepton tidak langsung dalam proses koagulasi).
7. Permukaan yang halus dan licin dapat mencegah koagulasi, karena itu alat yang berhubungan dengan pembuluh darah dilapisi dengan paraffin/vaselin atau silikon.

Penyakit yang berkaitan dengan koagulasi darah:
a. Sweet-clover disease.
Ruminansia yang makan jerami atau silage sweet-clover trifolium) dalam jumlah yang cukup akan mengalami pen¬ingkatan waktu koagulasi darah karena makin berkurangnya jumlah prothrombin dalam darah. Penyakit ini biasanya berakhir dengan kematian karena hameorrhagia ke dalam jaringan atau karena luka akibat kecelakaan atau pembeda¬han. Penyebab tak dapatnya haemorrhagia itu dihentikan adalah dicoumarin (dikumarol) dalam jerami sweet clover yang kurang baik. Dicoumarin menekan produksi komplex prothrombin karena menghalangi penggunaan vitamin K oleh hepar. Hypoprothrombinanemia karena keracunan dicoumarin dapat diobati dengan pemberian vitamin K.

b. Penyakit perdarahan pada babi.
Babi yang kena penyakit ini dapat mengalami haemorrhagia sampai mati karena luka kecil. Penyakit ini mirip haemo¬philia pada manusia, tetapi pada babi kedua jenis kelamin kena dan menurunkan penyakit itu, sedang pada haemophilia manusia hanya diturunkan melalui yang perempuan. Haemo¬philia terdapat juga pada anjing. Kecenderungan untuk perdarahan terdapat pada yang jantan dan diturunkan sebagai karakter yang sex-linked dan recessive.

c. Thrombosis Thrombosis terjadi karena adanya thrombus, yaitu koagulum darah yang terbentuk dalam pembuluh darah. Thrombosis femoralis dapat terjadi sesudah operasi. Gumpalan dalam arteri koroner menyebabkan thrombosis koroner. Bila sebagian dari gumpalan itu lepas dan masuk sirkulasi darah, disebut embolus. Bila embolus ini melewati jantung dan masuk paru-paru melalui salah satu arteri pulmonalis, maka sebuah pembuluh kecil dapat tersumbat dan terjadilah emboli pulmonalis.

1.4.11 Volume Darah
Status volume darah seekor hewan penting artinya untuk mengartikan PCV, kadar haemoglobin, jumlah erythrocyte, konsentrasi protein plasma dan nilai haemotologi. Nilai itu berubah dengan perubahan volume darah, dan tidak memberi informasi tentang volume darah. Tidaklah mungkin untuk menetapkan volume darah seekor hewan dengan pendarahan sampai hewan tersebut mati, karena masih banyak darah yang tinggal dalam pembuluh darah. Karena itu pembuluh darah itu harus dibersihkan benar dan darah yang diperoleh itu ditam¬bahkan pada darah yang diperoleh pada pendarahan tadi dan akhirnya didapatlah jumlah total darah hewan tersebut. Ini
adalah methode langsung dan hasilnya untuk berbagai hewan adalah sebagai berikut :
Kuda : 9,7% dari berat badan
Sapi : 7,7% dari berat badan
Domba : 8,0% dari berat badan
Kambing : 6,2% dari berat badan
Selain methode langsung ini, methode tak langsung, a.l.
a. Ditentukan volume plasma dengan menyuntikkan zat asing seperti zat warna Evans Blue ke dalam darah, yang akan berkombinasi dengan protein plasma, lalu menghitung pengenceran yang dialami zat asing itu dalam plasma selama waktu tertentu dengan mempergunakan rumus :Jumlah yang disuntikkan konsentrasi/ml.plasma
Volume erythrocyte dapat ditentukan dengan cara yang sama, dengan menyuntikkan misalnya P radioaktif, yang akan berkom¬binasi dengan erythrocyte, lalu dihitung pengencerannya selama waktu tertentu. Setelah diperoleh volume plasma dan volume erythrocyte, volume darah dapat dihitung dengan rumus.




Darah tidak homogen, karena itu untuk menghitung volume darah secara akurat, harus ditentukan volume plasma dan volume erythrocyte dan lalu mempergunakan faktor-faktor koreksi untuk PCV sejati dan PCV badan.

Kehilangan darah
Hewan yang kehilangan darah karena hemorrhagia sampai 45-67%dari volume darah total, keadaannya sudah berat, tetapi tidak menyebabkan kematian hewan. Kematian akan terjadi bila
kehilangan 85% dari volume total. Kehilangan darah ini dapat diganti dengan transfusi darah hewan yang sejenis atau dengan plasmanya saja. Dapat juga diganti dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% atau dengan bahan lain yang termasuk plasma "volume expanders" (zat yang dapat mengubah/memperbe¬sar volume plasma darah).

1.5 Lien (limpa)
Lien adalah organ lymphoid yang terbesar dari tubuh karena itu susunan histologisnya lebih komplex dengan jaringan lymphoid. Terbungkus oleh kapsula dan terdiri atas sel-sel SRE. Jadi lien terbagi atas 2 :
- Pulpa putih (cortex) terdiri dari jaringan lymphoid serta terdapat lymphocyte.- Pulpa merah (medulla) terdiri dari erythrocyte.

Fungsi lien
1. Sebagai reservoir/tempat cadangan darah yang terpenting, kecuali pada unggas (yang akan dipakai dalam keadaan pendarahan, keracunan, Co, dalam keadaan emosi/stress).
2. Tempat pembentukan sel darah merah pada waktu masih foetus, sedang kalau sudah dewasa akan membentuk lympho¬cyte dan monocyte.
3. Sebagai kuburan erythrocyte karena di sini terjadi de¬struksi erythrocyte.
4. Membantu resistensi tubuh karena adanya lymphocyte dalam jumlah yang besar dan karena adanya sel-sel SRE yang mampu membentuk anticorpora.
5. Penting dalam pembuatan pigment empedu dan penyimpanan zat besi.
Haemalo (haemolympho) nodi, hanya terdapat pada ruminansia, struktur sama seperti lien dan mungkin juga fungsinya.Erythropoesis terjadi dalam nodi ini selama foetus pada periode postnatalis terutama terjadi granulopoesis

II. PEREDARAN DARAH

Untuk kelangsungan hidup metazoa, sistem peredaran sangat penting artinya. Darah harus mencukupi kebutuhan tiap sel akan zat makanan dan oksigen, juga harus mengangkut sisa/hasil metabolisme yang terbentuk. Hal itu hanya dapat dilaksanakan bila darah mengalir dalam sistem vasculair (pembuluh). Sistem peredaran terdiri atas Cor (jantung), Vasa (pembuluh darah), saluran lymphe dan darah Cor merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara peredaran darah melalui seluruh bagian tubuh. Vasa terdiri atas arteria (aorta, arteriole, kapiler) yaitu pembuluh yang membawa darah dari jantung, dan vena (venule, kapiler) yaitu pembuluh yang membawa darah ke jantung. Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang di antaranya dan merupakan jaringan/jalan lalulintas antara zat makanan dan bahan buangan. Di situ terjadi pertukaran gas dalam zalir extracellulair atau interstisial. Saluran lymphe dapat dianggap menjadi bagian sistem peredaran, karena saluran lymphe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan ke dalam darah. Zat-zat gizi (makanan) diambil oleh darah dari apparatus digestorius dan O 2 dari paru-paru, sedangkan sisa-sisa metabolisme juga diserahkan ke dalam darah. Pembentukan secreta dan hormon, kegiatan musculi dan perbanyakan sel semua bergantung pada peredaran darah. Tanpa darah, metabo¬lisme, pertukaran energi dan pertukaran bentuk alat serta bagian-bagian tubuh, begitupun regenerasi tidaklah mungkin. Peredaran darah terutama bergantung pada aktivitas Cor, keadaan vasa dan sifat darah. Pelbagai bagian sistem vasa untuk sirkulasi darah (arteria, vena, kapiler) mempunyai arti berbeda-beda. Arteri yang besar mempunyai tugas untuk mengubah aliran darah dari Cor secara lentingan (dorongan) menjadi aliran yang merata. Karenanya arteria yang besar harus mempunyai dinding vasa yang kuat dan elastis. Selan¬jutnya kelicinan intima-nya (lapisan dalam pembuluh darah yang terdiri dari jaringan endotel) mempunyai arti dalam memper-kecil tahanan/ gesekan. Arteria pertengahan yang lebih kecil mempunyai 2 tugas : pembagian darah dan memelihara tonus (tegang-kendor) vasa, yang sangat penting buat sirkulasi. Karenanya ia harus mampu untuk dapat melebar (dilatasi) dan menyempit (konstriksi) menurut keperluan. Hal ini hanya mungkin oleh adanya lapisan otot yang kuat pada dindingnya.
Vena berbeda dari arteria oleh sifat dapat meregangnya (dilatasi) yang besar. Karenanya ia kaya akan serabut-serabut elastis dan selanjutnya mempunyai lapisan otot yang lemah untuk memelihara tonus tertentu yang juga memungkinkan perubahan kaliber. Fungsi sebenarnya dari vasa darah harus dicari dalam kapilernya. Di sini terjadi tukar menukar bahan-bahan. Hampir tak mungkin dibayangkan bagaimana luas¬nya bagian kapiler dalam tubuh. Mengingat sistem vasa darah yang demikian luas dan viskositas darah sendiri, dapatlah dimengerti bagaimana beratnya tugas jantung.

2.1 Jantung (Cor)
Cor adalah otot terpenting dalam tubuh, yang berongga (atria dan ventrikel) dan bekerja sebagai pompa tekan dan bukan sebagai pompa hisap, untuk memompa darah hingga darah terus
menerus beredar ke seluruh bagian tubuh. Selama hewan hidup, Cor terus bekerja tanpa berhenti. Dalam keadaan sehat kekua¬tan otot cor menentukan prestasi otot-otot daging, karena prestasi otot-otot itu dipengaruhi oleh keadaan aliran darah. Dalam keadaan sakit, keadaan cor sering menentukan mati hidupnya hewan, oleh karena bila cor alpa, maka hidup hewan tak tertolong lagi. Bila hewan mengaso, cor bekerja dengan tidak menggunakan seluruh tenaganya, tetapi bila hewan tadi bekerja, yang berarti mengeluarkan tenaga lebih, maka untuk memenuhi kebutuhan dalam waktu yang singkat, cor harus dapat mengeluarkan tenaga beberapa kali lebih banyak. Jadi cor adalah pompa yang bekerja dengan effisient dan menurut kebutuhan.

2.1.1 Struktur Jantung.
Jantung terbagi oleh sebuah septum menjadi 2 belahan, kiri dan kanan. Setiap belahan kemudian dibagi lagi dalam 2 rongga, atrium (dorsal) dan ventrikel (ventral). Di setiap sisi ada hubungan antara atrium dan ventrikel melalui lubang atrio-ventrikuler dan pada setiap lubang ada katup (klep) : valvula trikuspidalis (kanan) dan valvula bikuspidalis atau mitralis (kiri). Jantung terbungkus oleh sebuah membran (perikardium) yang terdiri atas 2 lapis : perikardium visceralis (membran serous yang lekat pada jantung) dan perikardium parietalis (lapisan fibrous yang terlipat keluar dari basis jantung dan membungkus jantung sebagai kantung longgar. Di antara kedua lapisan itu ada zalir serous yang berfungsi sebagai pelumas, sehingga jantung dapat bergerak bebas. Di sebelah dalam jantung dilapisi oleh sel-sel en¬dothelium (endokardium). Lapisan yang di tengah adalah lapisan otot myocardium. Dinding otot jantung tak sama tebalnya. Dinding ventrikel paling tebal, terutama ventrikel kiri, sehingga kekuatan kontraksi ventrikel kiri jauh lebih besar daripada yang kanan. Sebelah dalam dinding ventrikel ditandai oleh berkas-berkas otot yang tebal, beberapa ber¬bentuk puting, yaitu otot-otot papilaris. Pada tepi bawah otot-otot ini terkait benang-benang tendon tipis, yaitu chorda tendinae yang berkaitan pula dengan tepi bawah valvu¬lae A-V. Kaitan ini mencegah kelopak katup terdorong masuk ke dalam atrium, bila ventrikel berkontraksi.

2.1.2 Sifat otot jantung
Otot ini bergaris seperti pada otot bergaris melintang (otot sadar), bedanya serabutnya bercabang dan anastomose (syncitium), berciri merah khas dan tak dapat dikendalikan oleh kemauan. Otot jantung mempunyai kemampuan khusus untuk mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis tanpa tergantung pada ada atau tidaknya rangsangan saraf (myoge¬nik, bukan neurogenik). Kontraksi diantarkan melalui setiap serabut otot jantung secara halus sekali. Kemampuan konduk¬tivitas ini sangat jelas dalam berkas His.Ictus cordis (detak cor) atau debaran jantung (debaran apex) adalah pukulan ventrikel kiri pada dinding ventral yang terjadi waktu kontraksi ventrikel. Debaran ini dapat diraba dan sering terlihat pada ruang intercostalis ke-5 kiri, kira-kira 4 cm dari garis tengah sternum.



2.1.3 Siklus Jantung
Arteria koronaria kanan dan kiri yang pertama meninggalkan aorta dan kemudian bercabang menjadi arteriae yang lebih kecil. Arteri kecil-kecil ini mengitari jantung dan mengan¬tarkan darah ke semua bagian jantung. Darah yang kembali dari jantung terutama dikumpulkan oleh sinus koronaria dan langsung kembali ke dalam atrium kanan (sirkulasi koroner).Jantung adalah organ utama sirkulasi darah. Aliran darah dari ventrikel kiri melalui aorta, arteria, arteriola dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui kapiler, venula dan vena disebut peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik
A. Dinding pembuluh terdesak ketika darah dari ventrikel masuk ke aorta.
B. Sesaat setelah penutupan valvula semilunaris, kembalinya dinding pembuluh ke posisi awal mendorong darah ke periferi.
Kontraksi ventrikel kiri terkuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan teka¬nan darah arteria sistemik. Aliran darah dari ventrikel kanan melalui paru-paru ke atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonalis (paru-paru). Meskipun ventrikel kanan juga memompa volume darah yang sama dengan ventrikel kiri, tetapi tugasnya hanya mengirimkan ke sekitar paru-paru yang tekanannya jauh lebih rendah.
Siklus jantung (cyclus cordis) merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi selama satu denyut jantung yang lengkap. Mulai dengan masuknya darah dari seluruh bagian tubuh ke atrium
kanan dan darah dari paru-paru ke atrium kiri. Setelah penuh darah, atria berkontraksi. Tekanan dalam atria naik, valvula atrio-ventrikuler (A-V) terbuka dan darah masuk ke ventrikel yang sedang relaxasi. Setelah penuh darah, ventrikel berkon¬traksi, sementara itu atria mulai ber-relaxasi. Kontraksi ventrikel meningkatkan tekanan intraventrikuler yang menga¬kibatkan :
1. Menutupnya valvula A-V kanan dan kiri.
2. Membukanya valvula semilunaris dan darah terpancar dari ventrikel kanan ke arteria pulmo-nalis, dan dari ventrikel kiri ke aorta.
Atrium dan ventrikel kanan berisi darah venous.Atrium dan ventrikel kiri berisi darah arterial. Dinding ventrikel lebih tebal daripada dinding atria. Valvula A-V kiri dikenal sebagai valvula bicuspidalis atau mitralis, sedang yang kanan sebagai valvula tricuspidalis. Valvula aorta di kiri dan valvula pulmonalis di kanan adalah valvula semilunaris. Darah venous dari vena cava dan darah arterial dari vena pulmonalis masing-masing masuk ke dalam atrium kanan dan kiri. Dari atria darah mengalir ke ventrikel, dari sini ke aorta dan arteria pulmonalis. Dari aorta darah arterial dibawa ke seluruh tubuh, sedang dari a. pulmonalis darah venous dibawa ke paru-paru untuk mengambil O2."Cardiac Output" adalah jumlah volume darah yang keluar dari cor pada waktu kontraksi ventrikel. Cardiac output tiap ventrikel per detak cor (ictus cordis) disebut "stroke volume" yaitu darah yang dikeluarkan pada waktu systole atau volume pulsus. Sedang cardiac output tiap ventrikel per menit disebut "minute volume" atau cardiac output per menit.
Hubungannya sebagai berikut : Stroke volume = minute volume : pulsus
Diastole adalah relaxasi salah satu rongga jantung (ventri¬kel kiri/kanan), sesaat sebelum dan selama pengisian rongga itu. Systole adalah kontraksi salah satu rongga jantung pada proses pengosongan rongga itu. Sesaat setelah ventrikel selesai berkontraksi (systole), valvula A-V masih tertutup karena adanya desakan dari darah ventrikel dan desakan ini timbul karena kontraksi ventrikel. Pada saat itu valvula semilunaris baru saja menutup karena dorongan darah dalam arteria pulmonalis dan aorta. Desakan darah ini ditimbulkan oleh elastisitas dinding arteria. Diastole dimulai dengan relaxasi isometris yang sangat singkat, serabut otot jantung berelaxasi tanpa memanjang karena tak ada darah yang masuk ventrikel untuk merentangkan serabut otot. Valvula semilunaris (aorta dan pulmonalis) masih tertutup karena tekanan dalam arteri lebih tinggi daripada tekanan dalam ventrikel. Ketika ventrikel berrelax¬asi tekanan intraventrikuler sangat menurun, sedang tekanan dalam atria meningkat karena terisi oleh darah yang datang dari vena cava dan vena pulmonalis. Pada waktu tekanan dalam atria lebih tinggi daripada tekanan dalam ventrikel, valvula A-V membuka dan darah mengalir dari atria masuk ke ventri¬kel. Aliran itu diperkuat oleh kontraksi atria (systole) dan ketika itu ventrikel relaxasi sempurna. Pada awal diastole atria, tekanan dalam atria menurun dan valvula A-V menutup sebagai akibat systole ventrikel dan terdengarlah suara jantung pertama. Pada awal systole, yaitu sejak valvula A-V menutup sampai tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam atria, berlangsung kontraksi isome¬tris, artinya selama kontraksi ini panjang serabut otot jantung tidak berubah karena volume darah dalam ventrikel tidak berubah dan darah dalam keadaan tertekan. Setelah tekanan dalam ventrikel melampaui tekanan dalam atria, valvula semilunaris terbuka dan darah mulai dipancarkan ke dalam arteria, selanjutnya otot jantung mulai memendek (bagian kedua systole). Kemudian relaxasi isometris kembali, tekanan dalam arteria lebih tinggi daripada tekanan dalam ventrikel, valvula semilunaris menutup dan menimbulkan suara jantung kedua.

2.1.4 Denyut automatis jantung
Denyut jantung mulai dari Nodus sinoauricularis (simpul S-A) yang disebut juga sebagai "pace maker" jantung. Nodus terse¬but merupakan kumpulan sel-sel otot jantung yang telah mengalami spesialisasi dan terletak di muara vena cava pada atrium kanan. Gelombang excitasi timbulnya di nodus S-A yang menyebar ke seluruh dinding atrium kiri dan kanan dengan kecepatan lebih kurang 1 m/sec dan mengakibatkan atria ber- systole. Penyebaran gelombang excitasi tadi melalui muscula¬tur atrium. Tak ada serabut khusus yang menghubungkan nodus S-A dengan nodus A-V.
Di basis septum interatrial terdapat nodus atrioventriculair (simpul A-V) yang menerima impuls dari nodus S-A dan mener¬uskan impuls tersebut ke otot-otot ventrikel melalui berkas atrioventriculair (berkas A-V atau berkas His) yang berca¬bang-cabang halus dan beranyaman (berkas/anyaman Purkinje) ke seluruh bagian otot ventrikel kanan dan kiri. Hantaran gelombang excitasi melalui berkas A-V ini lebih cepat dari¬pada hantaran gelombang excitasi melalui musculatur atria. Berhubung dengan hantaran yang cepat ini dan bercabang-cabangnya berkas A-V yang demikian intensif ke seluruh bagian otot-otot ventrikel kanan dan kiri, maka otot-otot ventrikel kanan dan kiri dapat berkontraksi bersama-sama. Jadi setelah impuls mencapai otot-otot ventrikel, maka ventrikel berkontraksi. Jalur dari nodus S-A, nodus A-V, berkas A-V dan anyaman Purkinje tersusun oleh serabut otot yang telah mengalami modifikasi dan merupakan satu-satunya
komunikasi untuk transmisi impuls dari atria ke ventrikel. Di simpul A-V hantaran gelombang excitasi dihambat seakan-akan atria diberi waktu untuk mengosongkan isinya. Dalam keadaan biasa (normal, di simpul S-A timbul impuls-impuls secara rhythmis yang diteruskan oleh otot-otot atria secara memancar ke seluruh bagian otot-otot atria, hingga serabut-serabut otot atria mendenyut (kontraksi). Sebagian dari impuls yang dihantarkan melalui musculatur atria ada yang sampai di simpul A-V. Di sini impuls ini dihambat sebentar dan diteruskan melalui berkas His dengan kecepatan 3-5 m/sec ke seluruh bagian otot ventrikel kanan dan kiri melalui berkas/anyaman Purkinje. Berhubung simpul S-A dapat menimbulkan impuls secara rhythmis, maka dinamakan juga "pace maker", yaitu pengatur denyut. Otot cor mempunyai sifat mengadakan reaksi penuh atau sama sekali tidak terhadap impuls, sesuai dengan "All or none response principle". Tiap kontraksi otot cor disusul oleh masa refrakter absolut dan masa refrakter relatif. Masa refrakter ini letaknya tidak hanya dalam waktu kontraksi, tetapi bagian awal masa dilatasi termasuk dalam masa refrak¬ter. Impuls yang merangsang dalam masa refrakter absolut biar berapapun besarnya tidak akan mengakibatkan otot cor berkontraksi. Dalam bagian kedua masa refrakter, yaitu masa refrakter relatif, impuls biasa yang kecil belum bisa menga¬kibatkan otot cor berkontraksi, tetapi bila impuls tadi cukup besarnya, akan bisa menyebabkan otot-otot cor berkon¬traksi.
Impuls prematur adalah impuls yang jatuh sebelum impuls yang rhythmis, jadi dalam masa refrakter, hingga tak berhasil menyebabkan kontraksi, tetapi keadaan ini berakibat terbentuknya masa istirahat yang lebih panjang dan disebut istirahat kompensatoir. Lama masa refrakter tergantung pada lama masa istirahat sebelumnya. Masa istirahat yang pendek menimbulkan masa refrakter yang pendek pula. Sebaliknya masa istirahat yang panjang menimbulkan masa refrakter yang panjang pula. Berhubung dengan sifat ini, maka cor dapat berdenyut cepat bila menjadi cepatnya impuls tidak mendadak, tetapi lambat laun. Kekuatan kontraksi cor tergantung pula pada panjang serabut-serabut ototnya pada permulaan kontrak¬si, tentu saja dalam batas-batas tertentu. Ini berarti bahwa bila cor dalam keadaan diastole cukup terisi oleh darah maka kontraksi cor akan maximal. Jadi supaya cor dapat bekerja, ventrikel-ventrikel dapat berkontraksi cukup kuat, darah yang masuk ke dalam atria harus cukup banyak agar dapat mengisi ventrikel dengan darah secukupnya. Jadi cor tak akan bekerja berlebihan, melainkan efficient."Heart block" adalah hambatan transmisi impuls dalam jalur¬nya. Hambatan yang sering terjadi adalah di berkas A-V, dengan demikian hubungan antara atria dan ventrikel terpu¬tus, dengan akibat atria berdenyut dengan frequensi normal, sedang ventrikel berdenyut lebih lambat dan tak seirama dengan denyut atria.

2.1.5 Regulasi denyut jantung
Regulasi intrinsik pada jantung oleh nodus S-A, nodus A-V, berkas His dan anyaman Purkinje telah sanggup untuk memper¬tahankan denyut jantung secara teratur tanpa dipengaruhi
saraf dari luar. Tetapi frequensi denyut jantung dan kekua¬tan kontraksi diatur oleh impuls yang datang dari sistem saraf autonom. Serabut parasympathis untuk jantung adalah cabang nervus vagus kiri dan kanan, sedang serabut saraf symphatisnya berasal dari ganglia stellatum sistem saraf
sympathis. Stimulasi pada nervus vagus cenderung menghambat kerja jantung, yaitu dengan menurunkan :
a. kekuatan kontraksi otot jantung
b. kecepatan kontraksi
c. kecepatan konduksi impuls
d. pengaliran darah dalam arteria coronaria

Sebaliknya stimulasi saraf sympathis akan meningkatkan akti¬vitas jantung dengan meningkatkan :
a. Kekuatan kontraksi
b. kecepatan kontraksi
c. kecepatan konduksi impuls
d. aliran darah koroner.

Jadi stimulasi saraf parasympathis mengakibatkan jantung dapat lebih mengaso, sedang stimulasi saraf sympathis menga¬kibatkan peningkatan aktivitas jantung untuk mensupply lebih banyak darah bagi otot-otot rangka pada aktivitas fisik dan selama ada stress.Pada umumnya frequensi denyut jantung normal pada hewan type kecil lebih banyak daripada hewan type besar. Menurut Duke frequensi jantung normal adalah sebagai berikut :
tikus : 500 - 1000 anjing : 70 - 120
gajah : 20 kambing/domba : 70 - 80
kuda : 32 - 44 kucing : 110 - 130
sapi : 60 - 70 ayam : 200 - 400
babi : 60 - 80

Pada waktu jantung bersystole, jantung tersebut memendek dan memutar searah dengan jarum jam, memukul dinding thorax dan menimbulkan denyut apex atau detak jantung (ictus cordis), yang berupa pulsasi yang dapat diraba-rasakan pada permukaan dinding dada dekat apex Cordis.

2.1.5.1 Bahan kimia yang mempengaruhi denyut jantung
Hormon thyroid (thyroxin) menghasilkan pulsus yang lebih cepat dan tekanan darah yang lebih tinggi. Adrenalin (adre¬nine, suprarenin, epinephrine) yang disekresikan oleh anak ginjal menyebabkan pembesaran jantung pada keadaan tertentu, menghasilkan dilatasi arteria dan menurunkan tekanan darah, bila konsentrasinya dalam darah rendah. Sebaliknya bila konsentrasinya lebih tinggi, mempercepat denyut jantung. Vasopressin, yang dibuat dari extract kelenjar hipofisis menyebabkan vasokonstriksi. Banyak obat-obatan, terutama alkaloid mempunyai pengaruh yang nyata terhadap sirkulasi. Muscarin, alkaloid dari jamur Amanita muscaria, memperlambat atau menghentikan jantung. Atropine membebaskan jantung yang keracunan muscarin untuk berdenyut lebih cepat. Digitalis mempunyai pengaruh memperlambat dan menenangkan sirkulasi. Digitalis menyebabkan turunnya frequensi jantung dengan menambah kekuatan denyut jantung dan vasokonstriksi yang nyata. Histamin menyebabkan turunnya tekanan darah yang berbahaya.

2.1.6 Suara jantung
Denyut jantung menghasilkan suara dan ini dapat didengar dengan bantuan stethoscope atau phonendescope. Pada auscul¬tasi cor dapat dibedakan 2 suara dan kadang-kadang dapat didengar suara ke 3. Suara cor itu dapat dicatat sebagai phonocardiogram. Suara pertama "lub" ditimbulkan oleh kon¬traksi otot-otot ventrikel dan vibrasi valvula A-V beserta chorda tendinea-nya. Suara ini lebih keras, nada lebih rendah dan lebih lama daripada suara kedua. Suara pertama terjadi waktu systole ventriculair, karena itu disebut sebagai suara systole. Suara kedua "dub" ditimbulkan oleh vibrasi kedua valvula semilunaris (aorta dan pulmonalis) ketika mereka menutup pada awal diastole ventrikel, karena itu disebut suara diastole. Kedua suara tersebut jaraknya sangat pendek dan kemudian diikuti oleh masa istirahat yang lebih lama. Makin rendah frequensi ictus cordis makin pan¬jang masa istirahatnya.

2.1.7 Perubahan elektris pada denyut jantung
Normalnya ritme seluruh cor itu didominasi oleh nodus S-A. Pada beberapa keadaan mpuls-impuls excitatoris dapat beras¬al dari luar nodus. Impuls itu dikenal sebagai impuls ecto¬pis, sedang rentetan denyut yang dihasilkannya dikenal sebagai ritme ectopis. Cor dalam aktivitasnya engalami
perubahan-perubahan potensial. Dikenal 4 status dari sel-sel myocard :
1. status polarisasi dalam istirahat
2. status depolarisasi aktif
3. status depolarisasi dari sel-sel selama aktivitas
4. status repolarisasi
Otot jantung, demikian pula otot skelet, memperlihatkan aktivitas listrik bila berkontraksi. Aliran listrik menyebar ke seluruh jantung dan jaringan sekitarnya, akhirnya sampai pada permukaan tubuh. Aliran dan perubahan-perubahan elek¬tris dari cor dapat dicatat dengan alat yang peka, yaitu electrocardiograph. Alat ini mempunyai galvanometer, yang fluktuasinya dapat dicatat pada kertas sebagai electrocardiogram (ECG). Dalam electrographi suatu "lead" adalah hubungan 2 bagian badan oleh electroda-electroda dan kawat-kawat dengan electrocardiograph. Pada manusia dipakai 3 lead, yaitu : tangan kanan dan tangan kiri, tangan kanan dan kaki kiri, kaki kanan dan kaki kiri. Electrocardiogram normal memperlihatkan sejumlah gelombang atau deflectio, beberapa di antaranya berlangsung lama dan lainnya singkat. Gelombang-gelombang itu dinyatakan sebagai gelombang P. QRS dan T. Gelombang P diakibatkan oleh penjalaran aktivitas listrik dari nodus S-A (pace-maker) ke seluruh otot atria. Gelombang depolarisasi ini adalah defleksi atrial karena systole dan sesuai dengan systole atria. Gelombang QRS sesuai dengan perjalanan impuls listrik pada berkas A-V dan cabang-cabangnya. Gelombang depolarisasi ini adalah karena otot ventrikel mulai kontraksi (systole). Gelombang T dike¬nal sebagai defleksi final, diakibatkan oleh repolarisasi ventrikel (kembali ke keadaan dapat menerima rangsangan listrik) dan akhir gelombang T menunjukkan akhir systole ventrikel. Jadi gelombang P adalah akibat aktivitas listrik di atria, gelombang QRS menunjukkan excitasi ventrikel dan gelombang T bersamaan dengan repolarisasi ventrikel.
Q
P
S T


R

Gelombang electrocardiogram

2.1.8 Tekanan dalam jantung dan tekanan darah
Jumlah darah seluruhnya dalam tubuh kira-kira 7% dari berat badan. Darah ada di bawah tekanan, didorong dari jantung masuk ke pembuluh darah. Jantung dan pembuluh darah merupa¬
kan sistem peredaran darah tertutup dan darah selalu beredar dari jantung ke perifer dan kemudian kembali lagi ke jan¬tung. Untuk terpeliharanya aliran yang konstan, haruslah ada perbedaan tekanan atau menurunnya tekanan secara progresif, dengan tekanan tertinggi di ventrikel dan terendah di vena besar yang bermuara di atria.Dalam keadaan normal tekanan dalam rongga jantung bagian
kiri jauh lebih tinggi daripada tekanan dalam rongga jantung bagian kanan. Volume darah yang disemburkan dari tiap ven¬trikel sama, sedang tekanan pada sirkulasi ke seluruh tubuh jauh lebih besar daripada tekanan pada sirkulasi ke paru-paru. Karena itu tekanan yang dibutuhkan oleh rongga bagian kiri jauh lebih besar daripada tekanan rongga bagian kanan. Reflex-reflex yang mempengaruhi kontraksi jantung, sebagian besar berasal dari sirkulasi tubuh. Bila tekanan pada sirku¬lasi pulmonair naik sampai beberapa minggu lamanya, maka jantung bagian kanan akan mengalami hypertrophi untuk mempe¬roleh tenaga guna mengatasi tekanan yang besar itu. Pada obstruksi a. pulmonalis, tekanan dalam ventrikel kanan meningkat hingga menyamai tekanan dalam ventrikel kiri. Tinggi rendah tekanan dalam rongga jantung menentukan menutup dan membukanya valvulae. Bila tekanan dalam atria lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel, maka valvulae A-V membuka, bila tekanan dalam ventrikel lebih besar dari¬pada tekanan dalam arteria, maka valvulae semilunaris membuka. Sebaliknya bila tekanan dalam ventrikel lebih rendah daripada tekanan dalam arteria, maka valvulae semilu¬naris menutup.Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang menentang dinding pembuluh darah dan terjadi karena kontraksi ventri¬kel dan disebut tekanan systole. Darah didorong ke dalam arteria dan di sini darah menekan dinding arteria yang elastis dan mengakibatkan arteria berdilatasi (mengembang). Bila ventrikel berelaxasi, penutupan valvulae semilunaris mencegah darah dalam arteria kembali ke jantung dan arterio¬la menahan aliran darah yang akan ke kapiler. Elastisitas dinding arteria mengakibatkan terpelihara-nya tekanan dalam arteria (tekanan diastole) dan pengaliran darah ke dalam kapiler darah secara mulus dan halus.

2.1.9 Gangguan pada jantung
Cor adalah pompa yang kekuatan tenaganya bergantung pada kadar oxygen dalam darah. Sifat yang demikian ini dikarena¬kan keaktivan otot cor bergantung pada adanya oxygen yang dapat diperoleh pada waktu itu. Cor tak dapat berhutang oxygen ("oxygen debt") seperti otot-otot skelet. Otot cor tak dapat menahan acidum lacticum yang sangat mengurangi keaktivan. Berhubung dengan itu, maka sirkulasi koroner jan¬tung banyak mempengaruhi kekuatan otot cor, karena sirkulasi ini yang menyediakan oxygen untuk cor.Pada insufficientia cordis, yaitu kondisi ketidakmampuan jantung, di samping peredaran darah periferi berkurang, peredaran darah koroner juga berkurang, dan hal ini mengaki¬batkan supply oxygen untuk otot cor berkurang, hingga prestasi cor tidak sebagaimana mestinya. Jadi hal ini meru¬pakan circulus vitiosus (lingkungan setan). Kerja cor juga dipengaruhi oleh saraf autonom, yaitu saraf sympathis dan saraf parasympathis. Nervus vagus (parasympathis) adalah saraf penghambat jantung. Bila n. vagus distimulasi, maka impuls yang keluar dari simpul S-A menjadi kurang frequensi¬nya, sehingga frequensi denyut atria menjadi berkurang, selain itu kekuatan kontraksi otot atria juga akan berkurang sedikit, karena terdapat serabut-serabut n.vagus yang mem¬pengaruhi langsung serabut otot atria. Stimulasi n.vagus juga menghambat hantaran melalui simpul A-V dan berkas His. Bila hambatan n. vagus cukup besar, dapat menimbulkan blok¬kade jantung sebagian (partial heartblock), malahan bila stimulasi kuat sekali dapat menyebabkan blokkade jantung sempurna (complete heartblock). Frequensi denyut jantung yang berkurang menyebabkan ventrikel menjadi lebih sempurna terisi darah dalam diastole, sehingga kontraksi ventrikel menjadi lebih kuat. Hambatan konduksi berkas His dapat menyebabkan denyut atria lebih banyak daripada denyut ven¬trikel (partial heartblock). Lagipula stimulasi n.vagus menambah tonus pembuluh-pembuluh darah koroner (vasocon¬strictio).Nervus sympathicus adalah accelerator (pemercepat) dan pengaruhnya pada cor adalah sebagai berikut :Jika n.sympathicus distimulasi, maka frequensi detak cor (ictus cordis) meningkat, kekuatan kontraksi atrium dan ventrikel lebih kuat. Hantaran gelombang excitasi dipercepat sehingga waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel diperpendek. Lagipula pembuluh-pembuluh koroner tonusnya berkurang (vasodilatasi). Dalam keadaan biasa seakan-akan n.sympathicus tidak terus menerus mempengaruhi cor, sedang n.vagus sebaliknya selalu mempengaruhi cor secara tonis. Jadi detak cor (ictus cordis) yang kita periksa pada hewan yang sakit adalah dalam keadaan terpengaruh n.vagus. Ictus cordis meningkat frequensinya bila n.vagus dilumpuhkan dengan suntikan sulphas atropin, sifat ini membuktikan bahwa selalu ada tonus n.vagus yang mempengaruhi cor. Pengaruh vagus pada berbagai macam mammalia tidak sama. Pengaruh ini terbesar ada pada mammalia athletik (anjing,,kuda, manusia). Pada hewan-hewan itu cornya kuat. Kemampuan cor hewan athle¬tik lebih tinggi daripada kekuatan yang dibutuhkan dalam keadaan mengaso, sehingga dalam keadaan mengaso n.vagus menghambatnya-pun dengan tonus yang lebih kuat, hingga bila hambatannya dilenyapkan dengan suntikan atropine, frequensi¬nya akan banyak bertambah. Ictus cordis akan lebih diperce¬pat lagi, bila selain melenyapkan hambatan vagus, n. sym¬pathicus distimulasi dengan suntikan epinephrine. Pengaruh n.vagus pada mammalia non-athletik (sapi, domba, kelinci) dalam keadaan mengaso tidak begitu banyak. Kegiatan n.vagus dan n.sympathis diatur oleh centrum regulasi cor.
Kembalinya darah balik yang cepat, menyebabkan pertambahan dilatasi atrium kanan. Tekanan yang meningkat dalam atrium yang penuh ini merangsang receptor-receptor saraf yang
terdapat pada dinding atrium, yang selanjutnya mengirimkan impuls ke pusat, sehingga centrum n.vagus dihambat, terjadi¬lah "Vagalescape" dan inilah yang disebut reflex Bainbridge. Di sinus caroticus dan arcus aortae terdapat receptor-receptor yang berperan dalam regulasi tekanan darah. Tekanan darah yang bertambah menyebabkan bertambahnya tekanan darah dalam sinus caroticus dan arcus aortae, dan ini menimbulkan adanya stimulasi untuk centrum vagus, sehingga frequensi ictus cordis berkurang dan sebagai akibatnya tekanan darah turun. Tekanan darah yang turun mengurangi tonus n.vagus, sehingga sebaliknya yang akan terjadi. Metabolisme basal mempengaruhi pula frequensi ictus cordis. Metabolisme basal yang tinggi selalu bersamaan dengan fre¬quensi ictus cordis yang agak tinggi pula. Pada hewan yang demam, metabolisme basalnya tinggi, frequensi ictus cordis-nyapun tinggi. Frequensi ictus cordis penting sekali artinya dalam pemeriksaan di klinik, karena terbukti bahwa frequensi ictus cordis dapat memberi gambaran keadaan si sakit. Ictus cordis yang tinggi frequensinya adalah berat untuk cor, oleh karena cor membutuhkan lebih banyak oxygen dan waktu untuk pengambilan oxygen, yaitu dalam masa diastole, dipersingkat. Masa diastole adalah masa pada waktu atria berkontraksi, sedang waktu ventrikel berkontraksi disebut systole. Menurut hasil percobaan, pada frequensi ictus cordis 60/menit. lama systole 0,4 sec. (berarti 40% dari cyclus cor). Sedangkan pada frequensi ictus cordis 120/menit, lama systole 0,3 sec. (berarti 60% dari cyclus cor). Jadi makin tinggi frequensi ictus cordis, masa diastole diperpendek dalam arti absolut ataupun relatif.

2.1.9.1 Kompensasi & dekompensasi Cordis
Bila hewan bekerja tentu membutuhkan lebih banyak O2 daripa¬da bila hewan tadi mengaso. Untuk keperluan pengangkutan O2 yang dibutuhkan, aliran darah harus dipercepat, berarti cor harus bekerja lebih berat (frequensi dan output bertambah). Bila cor tak dapat memenuhi permintaan ini, maka timbullah Cyanose dan dyspneu. Bila cor dapat melayani kebutuhan pengangkutan O2 pada waktu mengaso, tetapi tidak dapat mencukupinya pada waktu bekerja, cor ada dalam keadaan kompensasi partial. Cor ada dalam keadaan dekompensasi, bila untuk keperluan mengaso saja telah tidak tercukupi. Oedema yang sering terdapat pada penderita penyakit jantung lebih memperburuk keadaan, karena cairan oedema yang mengelilingi sel-sel menghambat perembesan O2 dari pembuluh-pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkannya.

.1.9.2 Anomali valvulair
Anomali klep cor mengurangi efficiensi kerja cor. Untuk memenuhi kebutuhan bila ada anomali klep cor, cor harus bekerja lebih berat, tetapi cor bisa mengadakan kompensasi. Cor yang demikian ini menjadi lebih besar dengan otot yang lebih kuat, perubahan demikian disebut hypertrophi cordis. Stenose aorta adalah menjadi sempitnya aorta dan memberatkan kerja cor, karena jantung terpaksa harus bekerja lebih berat untuk mencapai hasil yang sama. Pada stenosa aorta bila cor dapat mengadakan kompensasi terjadi pula hypertrophi cordis.
Valvula yang kurang sempurna menutupnya mengakibatkan darah yang mengalir melalui klep itu arah dan saatnya tidak normal. Keadaan ini disebut insufficientia valvularis atau incompetentia valvularis dan menimbulkan suara jantung yang abnormal (bising). Sebaliknya valvula yang tak sempurna membukanya, misalnya karena ada penebalan atau parut jaringan pada valvula tersebut disebut stenosis, sehingga darah mengalir melalui lubang yang sempit dan menimbulkan suara jantung yang abnormal pula. Baik insufficientia maupun stenosis akan memperberat tugas jantung. Pada insufficientia darah harus dipompa 2 x untuk tiap denyutan jantung, sedang pada stenosis, lubang yang sempit itu merupakan rintangan bagi aliran darah. Endocarditis (radang endocardium) sering menimbulkan perubahan pathologis pada valvula. Endocarditis dapat disebabkan oleh erysipelas pada babi dan demam rheuma (rheumatic fever) pada manusia.
Shock adalah keadaan kekurangan darah, karena darah banyak terdapat pada pembuluh-pembuluh darah yang berdilatasi, sehingga cor kekurangan darah untuk diedarkan, artinya sistem peredaran darah tidak mampu mensupply nutrisi (gizi) kepada jaringan-jaringan tubuh dan tak mampu meng-eliminasi¬kan metabolit. Pada shock cor bekerja lebih berat akan tetapi tak berhasil, oleh karena darah yang kembali ke cor berkurang berhubung dengan vasodilatasi darah mengumpul di periferi dan darah yang beredar berkurang. Kekurangan darah ini mungkin disebabkan oleh :
- hemorrhagia (pendarahan), misalnya pada operasi atau kecelakaan.- dilatasi pembuluh-pembuluh darah visceral (jeroan).- terlalu banyak cairan yang masuk ke jaringan.- kegagalan pengembalian darah venous ke jantung- kegagalan jantung dalam hal memompa darah.
Pada "serum sickness" atau reaksi terhadap penicillin, dan kerusakan jaringan (misalnya terbakar), histamin yang dibe¬baskan mengakibatkan vasodilatasi dan terjadilah shock anaphylaxis. Injeksi protein asing yang berulangkali (serum atau vaccin) mengakibatkan hewan menjadi lebih peka terhadap injeksi berikutnya dan dapat menimbulkan shock anaphylaxis. Ada hewan yang sensitif terhadap antibiotika (misalnya penicillin) dan protein telur yang terdapat dalam vaccine embryo ayam. Hewan yang menderita shock menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut :
- hewan tidak sadar
- kadang-kadang ada perubahan respirasi
- kulit menjadi dingin karena darah mengumpul dalam kapiler-
kapiler viscera.
Menjelang terjadinya shock semua arteriola, kecuali pembuluh koroner dan cerebral, mengadakan vasokonstriksi untuk mem¬pertahankan tekanan darah dan volume cairan darah. Ini
merupakan usaha tubuh untuk mencegah terjadinya shock. Ada hubungan antara persentase kehilangan darah, tekanan darah arteria dan lumen arteriola.Pada shock yang berat tanpa memperhatikan causa-nya, kea¬daannya biasanya menjadi makin parah. Jantung tak dapat lagi memompa darah untuk "supply" sirkulasi koroner, selanjutnya terbentuklah cyclus vitiosus. Bila otak kekurangan darah, maka centrum vasomotor dan centrum respirasi rusak. Tindakan yang perlu diambil bila terjadi shock adalah :
- istirahat
- mengganti kekurangan cairan
- memberikan stimulasi jantung, obat-obat vasokonstriktor.
Bila keadaan shock reversibel, maka pasien dapat tertolong, tetapi bila cyclus vitiosus telah berlangsung lama, maka pengobatan percuma, karena telah melanjut ke shock irrever¬sibel dan tinggal menunggu kedatangan Batara Jamapati.

2.1.9.3 Oedema payah jantung
Sebagian karena adanya tekanan balik dalam vena yang meningkatkan perembesan cairan keluar dari kapiler dan sebagian karena daya pompa jantung rendah yang juga mengurangi penghantaran darah ke ginjal, sehingga ginjal gagal mengeluarkan garam. Penimbunan garam menyebab¬kan penimbunan air. Oedema pulmonalis menyertai kegagalan jantung sisi kiri. Cairan jaringan berkumpul dalam paru-paru dan paru-paru ini menjadi berfungsi lemah. Oedema pulmonalis juga dapat terjadi pada hewan yang terlalu banyak mengandung cairan (overhydrasi), paru-paru menjadi penuh air dan ada kemungkinan ia tenggelam dalam oedema paru-parunya sendiri.


2.1.9.4 Radang jantung
Pericarditis adalah radang selaput pembungkus jantung dan kantung tempat jantung berada. Selaput yang meradang ini dapat mengeluarkan cairan yang berkumpul menjadi pembengka¬kan pericardial yang menyukarkan gerakan jantung dan mungkin memerlukan penyedotan. Sesudah tahap akut berlalu, pericar¬dium bisa menjadi tebal dan kaku, yang menghambat gerakan jantung dan hal ini disebut pericarditis konstriktif. Ini adalah salah satu sebab payah jantung, dapat diperbaiki dengan pemotongan sebagian pericardium melalui pembedahan.
Endocarditis adalah radang membran yang melapisi bagian dalam jantung, khususnya berhubung dengan demam rheumatik. Peradangannya meninggalkan bekas parut yang biasanya menye¬babkan penyempitan lubang valvula dan menghasilkan stenosis valvula mitralis. Bila pada katup itu terdapat kerusakan, sehingga tak dapat menutup rapat, hal ini disebut incompe¬tentia valvulae. Dalam beberapa hal terdapat penyakit katup mitral campuran, yaitu stenosis dan inkompetensi terdapat bersama-sama. Kerusakan serupa bisa juga terjadi pada katup aorta. Kalsifikasi (pengapuran) sering merupakan akibat akhir dari endocarditis valvulair, dalam hal ini mungkin perlu diganti.

2.1.9.5 Penyakit arteria coronaris
Sebagaimana dengan arteria lain di bagian tubuh lainnya, maka pembuluh-pembuluh darah coronair lama kelamaan dapat menyempit karena aterosclerocis (kekakuan pembuluh karena
pengapuran) atau karena tiba-tiba terjadi penyumbatan oleh thrombus. Dalam ke-2 hal itu myocardium bisa kehilangan sebagian persediaan darahnya (ischaemia myocardial) dan menimbulkan rasa sakit atau angina pectoris. Bila arterianya tersumbat sama sekali, maka sebagian otot jantung mati (infarct myocard).

2.2 Aliran darah dan distribusi darah
Darah dapat mengalir disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara 2 tempat di pembuluh darah. Aliran diukur dalam unit volume dalam waktu tertentu, misalnya liter per menit. Ada hubungan erat antara aliran, tekanan dan tahanan. Banyaknya aliran adalah berbanding langsung dengan tekanan, tetapi berbanding terbalik dengan tahanan. Tahanan terutama disebabkan oleh adanya gesekan antara zalir dan dinding pembuluh. Tahanan meningkat selaras dengan panjang pembuluh dan viskositas zalir. Tetapi gesekan dan tahanan menurun selaras dengan bertambah besarnya diameter pembuluh. Jadi tahanan berbanding langsung dengan panjang pembuluh dan viskositas zalir, tetapi berbanding terbalik dengan pangkat 4 diameter (zalir = zat mengalir = fluida = darah).Dengan formula Poisenille dapat dihitung aliran darah bila semua faktor seperti tekanan, panjang pembuluh, diameter pembuluh dan viskositas diketahui.

tekanan x (diameter)4
Aliran darah = panjang pembuluh x kecepatan

Pengaturan distribusi darah kepada bermacam jaringan penting, karena pada setiap saat kebutuhan masing-masing jaringan berbeda. Pada waktu lari, kaki lebih banyak membu¬tuhkan darah daripada organ lain, selama proses digesti, alat-alat dalam perut lebih banyak membutuhkan darah, demi¬kian juga mammae selama laktasi membutuhkan darah lebih banyak. Pengaturan distribusi darah dilakukan oleh :
- arteria kecil yang mampu ber-vasokonstriksi dan vasodilatasi sebagai arteria distributor yang dindingnya sebagian besar tersusun oleh jaringan otot polos.
- arteriola, yang juga berfungsi memelihara tekanan diastole dan menurunkan tekanan darah yang masuk ke dalam kapiler.
Turunnya tekanan darah dalam kapiler secara drastis penting, karena dinding kapiler yang sangat tipis itu tidak tahan terhadap tekanan darah sebesar tekanan dalam arteria. Turun¬nya tekanan darah diikuti dengan melebarnya lumen kapiler dan lambatnya aliran darah yang memungkinkan terjadinya proses pertukaran zat melalui dinding kapiler. Tekanan darah menurun terus dalam lintasan kapiler, venula, vena dan akhirnya vena cava. Tekanan negatif terjadi dalam vena cava ketika inspirasi berlangsung. Kontraksi diafragma membantu pengembalian darah venous ke jantung dengan 2 cara :
- tekanan negatif dalam cavum thorax akan menghisap darah masuk ke dalam vena cava cranialis dan caudalis yang kemudian ditahan oleh valvula dalam vena pada pintu masuk ke thorax.
- tekanan abdominal yang naik karena kontraksi diafragma menekan darah dalam vena-vena abdominal, sehingga darah mengalir ke dalam vena cava caudalis.

2.2.1 Pulsus dan pengukuran tekanan darah
Pada setiap systole ventrikel kiri mendorong darah ke aorta yang telah berisi darah dan mempunyai tekanan diastole. Tambahan darah tersebut akan men-dilatasikan aorta dan mendorong darah yang telah ada ke arah perifer. Sebagai akibat tekanan systole, mulai dari jantung menjalar sepan¬jang arteria dan kapiler gelombang pulsus atau pulsus, yang dapat diraba pada arteria superfisial yang menempel pada tulang. Pada hewan besar pulsus dapat diraba pada a. facia¬lis dan a. coccygea. Pada anjing, kucing, domba dan kambing pada a. femoralis. Kecepatan gelombang pulsus (7000 mm per detik) jauh lebih cepat daripada kecepatan aliran darah dalam arteria (370 mm per detik). Pancaran darah pada arte¬ria yang terpotong mempunyai hubungan erat dengan gelombang pulsus dan systole jantung. Kecepatan aliran darah di kapil¬er 0,5 mm/detik, sedang di vena 125 mm/detik.
Pada pengukuran tekanan darah secara langsung, arteria langsung dihubungkan dengan manometer dan tekanan darah dapat dibaca pada manometer itu. Pada pengukuran tekanan darah secara tak langsung dipergunakan sphygmomanometer, yang mengukur tekanan dalam mancet yang dipasang pada lengan atas dan tekanan dalam mancet itu dinaikkan dengan jalan memompa hingga melebihi tekanan darah, sehingga aliran darah berhenti (dengarkan aliran darah pada arteria sebelah distal mancet), kemudian tekanan dalam mancet diturunkan sedikit demi sedikit dan pada saat darah dalam arteria mengalir pertama kali, tekanan darah dianggap sama dengan tekanan dalam mancet (tekanan darah systole) yang dapat dibaca pada manometer. Bila tekanan dalam mancet terus diturunkan dengan perlahan, pada saat suara aliran darah dalam arteria mulai tak terdengar, yang terbaca pada manometer adalah tekanan darah diastole (dalam mm Hg). Pengukuran tekanan darah secara tak langsung, hasilnya tidak konstan. Suatu alat elektronik dapat mengubah tekanan darah menjadi energi listrik yang kemudian dapat diukur dan dicatat pada kymo¬graph.

2.2.2 Pengaturan aliran darah dan reflex pada jantung.
Aliran darah terutama diatur oleh denyut jantung, sedang aksi jantung ada di bawah kontrol intrinsik (nodus S-A, nodus A-V, berkas A-V dan anyaman Purkinje) dan sistem saraf autonom. N.vagus menghambat aksi jantung dengan membebaskan substansi kimia acetylcholine. N. sympathicus menstimulasi aksi jantung dengan menghasilkan hormon norepinephrin (nor-adrenalin). Sebagian besar arcus reflex sedikitnya mempunyai 2 buah neuron, kecuali axon reflex yang hanya tersusun oleh satu neuoron saja. Dalam axon reflex satu bagian (cabang) saraf terletak di kulit sebagai saraf senso¬ris dan cabang lain berakhir dekat pembuluh darah. Stimulasi pada cabang cutaneus mengakibatkan pembuluh darah yang berdekatan dengan cabang saraf tadi berdilatasi, karena dibebaskannya substansi kimia vasodilatator. Arcus reflex pada umumnya terdiri dari neuron afferent, satu atau lebih neuron gabungan yang terletak di sistem saraf pusat dan sebuah neuron efferent. Neuron afferent menghantarkan impuls dari perifer atau organ visceral ke sistem saraf pusat. Neuron gabungan mengirimkan impuls melalui neuron efferent ke organ.
Stimulasi pada saraf afferent dari arcus reflex jantung mengakibatkan perubahan frequensi denyut jantung, sesuai dengan hukum Marey yang berbunyi : frequensi denyut jantung berbanding terbalik dengan besar tekanan darah, jika tekanan darah naik, maka frequensi denyut jantung turun, dan seba¬liknya bila tekanan darah turun, frequensi denyut jantung naik. Melalui Reflex Bainbridge, frequensi denyut jantung naik jika tekanan di dalam atrium kanan naik. Selama aktivi¬tas otot frequensi denyut jantung naik karena aktivitas otot mengakibatkan peningkatan pengembalian darah venous ke dalam atrium kanan, sehingga dengan reflex Bainbridge pemompaan jantung menjadi lebih efficient. Sebagai serabut afferent reflex Bainbridge adalah n.vagus yang membawa impuls dari atrium kanan ke centrum cardio-inhibitor, yang ditekan, sehingga frequensi denyut jantung naik. Reflex perlambatan jantung (reflex depressor) dan vasodilatasi pembuluh darah perifer terjadi bila ada rangsangan pada arcus aortae dan sinus caroticus oleh kenaikan tekanan darah dalam arteria. Salah satu cabang n.vagus yang pergi ke arcus aortae adalah n.depressor cardiacus, sedangkan yang pergi ke sinus caroti¬cus adalah cabang dari n. glossopharyngeus, yaitu n. sinus. Sinus caroticus adalah suatu dilatasi dari ujung a.carotis communis
Pada umumnya serabut saraf afferent membawa impuls ke cen¬trum vasokonstriktor dan vaso-dilatator yang terletak di dasar ventrikel IV di medulla oblongata. Serabut vasokon¬striktor pergi ke otot-otot polos yang menyusun dinding arteriola bersama dengan sistem saraf sympathis. Serabut vasodilatator yang bersama dengan sistem saraf sympathis terutama pergi ke pembuluh-pembuluh darah otot dan viscera. Serabut vasodilatator yang parasymphatis berjalan di dalam : n.fascialis, n. glossopharyngeus, n.vagus dan n.pelvicus. Beberapa serabut dari radix dorsalis adalah pembawa impuls vasodilatator, juga sebagai serabut efferent atau impuls antidromik (dihantarkan bertentangan dengan arah aliran impuls yang biasa). Baik centrum vasokonstriktor maupun vasodilatator dalam keadaan tonus, selalu mengirimkan impuls melalui saraf-saraf efferentnya.

2.2.3 Pengembalian darah venous dan lymphe.
Tekanan darah dalam kapiler begitu rendah sehingga praktis tak berarti dalam pengem-balian darah venous ke dalam jan¬tung, demikian pula dalam pengembalian lymphe ke dalam aliran darah vena. Valvulae yang terdapat tersebar sepanjang pembuluh vena dan pembuluh lymphe, menjaga aliran darah searah ke jantung. Faktor yang mempengaruhi pengembalian darah venous dan lymphe ke dalam jantung adalah :
1. Kontraksi otot, aktivitas muskuler menekan pembuluh vena dan lymphe di daerah itu dan mengakibatkan meninggalkan segmen pembuluh. Aliran balik yang ada di dekatnya.3. Kontraksi diafragma selama respirasi membantu gerakan darah dan lymphe karena :
a. menimbulkan tekanan negatif dalam rongga dada (hisapan), sehingga :
- udara masuk ke paru-paru
- darah tersedot masuk ke vena cava
- lymphe mengalir dari cysterna chyli ke ductus thoracicus.
b. meningkatkan tekanan intra-abdominal yang mendorong darah dan lymphe dari rongga perut masuk ke rongga dada.
4. Peristalsis atau gerakan tractus digestivus membantu gerak aliran darah dan lymphe dari rongga perut.
5. Gravitasi atau daya tarik bumi terutama berpengaruh pada pembuluh-pembuluh darah yang letaknya di sebelah dorsal jantung, sebaliknya menghambat aliran cairan dalam pembu¬luh yang letaknya di sebelah ventral jantung.

2.2.4 Sirkulasi portal
Darah dari lambung, usus, pankreas dan limpa dikumpulkan oleh vena porta. Di dalam hati vena ini membelah diri ke dalam sistem kapiler dan kemudian bersatu dengan kapiler-kapiler arteria hepatika. Arteria ini membawa darah dari aorta ke hati dan menjelajahi seluruh organ ini. Persediaan darah ganda ini dikumpulkan oleh sebuah sistem vena yang bersatu membentuk vena hepatika. Vena ini mengantarkan darahnya ke vena cava posterior dan terus ke jantung. Ob¬struksi portal dapat terjadi bila satu atau beberapa cabang V. porta terbendung, misalnya karena ada cidera parah pada hati atau pada peradangan hati. Bila Obstruksi ini parah dapat diikuti komplikasi ascites, yaitu penimbunan cairan berlebihan dalam rongga peritoneum.

2.2.5 Sirkulasi protein plasma
Protein plasma meninggalkan kapiler normal melalui filtrasi. Kebalikannya protein masuk ke dalam sistem vasculair darah adalah fungsi vasa lymphatica. Oleh karena paling sedikit 50% protein plasma keluar setiap hari, kembalinya melalui lymphe adalah penting bagi terselenggaranya tekanan osmose darah normal dan untuk mengatur tekanan osmose zalir inter¬stisial. Keluarnya protein melalui dinding kapiler darah bermanfaat bagi fungsi-fungsi yang penting. Itu menyediakan anticorpora yang meng-kontrol infeksi, berguna untuk trans¬port hormon yang berikatan dengan protein dan obat-obatan, dan penting bila protein plasma merupakan sumber protein bagi metabolisme cellulair, bagi terselenggaranya gizi cellulair yang cukup. Cairan tubuh = zalir tubuh.

0 comments:

Post a Comment