Tulisan ini hasil obrolan semalam yang disebarkan saat Bandungers Blogger On Air semalam. Acara yang rutin diadakan setiap selasa malam dari jam 19.00-20.00 ini memang membicarakan hal yang sedang hangat di dunia maya.
Maka tak salah saat edittag bersama host bercerita tentang acara Pesta Blogger 24 Oktober nanti, juga jumlah pengguna Facebook di Indonesia, perhatian justru banyak ditanyakan ketika membicarakan Twitter.
Seperti Mosi, yang mengaku pelajar di sebuah SMA di Bandung, bertanya apakah boleh anak sekolah juga bergaul di Twitter. Setengah bercanda, edittag menjawab, TIDAK BOLEH, namun HARUS!. Alasannya :
1. Twitter bukan social networking, namun information networking (mencuri perkataan CEO Twitter Evan Williams). Status mereka yang masih pelajar sangat lekat dengan informasi, terutama di sekolahnya. Ini yang menyebabkan mereka bisa menyampaikan kabar secara real time dengan mudah.
2. Ketiadaan komentar (seperti halnya di Plurk dalam satu timeline) menjadikan mereka mesti informatif tanpa berharap adanya feedback berupa komentar masuk. Banyaknya komentar bisa jadi semacam motivasi saat mereka gabung di dunia social media. Semakin banyak komentar, semakin eksis mereka dalam lingkungannya. Berharap komentar menyebabkan mereka kadang menyampaikan informasi dengan narsis, berlebihan.
Adanya beberapa diantara mereka yang akhirnya tak meneruskan aktivitas di Twitter juga karena beberapa penyebab. Paling mudah mencari alasan dari sini adalah, kesalahan mengikuti orang (following), ketika mereka hanya mendapati pengguna twitter lain hanya bercerita tak penting, mereka tak bisa membedakannya dengan media lain. Justru di Twitter kita punya banyak referensi untuk membicarakan bidang tertentu. Ini bisa jadi acuan yang baik untuk berkomunikasi dengan pihak lain di ranah maya.
Ketika Pelajar Bertanya Tentang Twitter
Wednesday, October 21, 2009Posted by Fredi wibowo at Wednesday, October 21, 2009
Labels: curhat mahasisiwa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment